widget

Everytime I had the Inspirations on Everywhere and from Everyone

Selasa, 04 Februari 2014

‘Aku berharap dapat membunuh waktu, sehingga kita tetap dalam keadaan seperti ini selamanya. Berdua, hanya ada kau dan aku.’
The Finest Farewell
Cho Jino | Kim Nara
This Fanfiction is dedicate to my lovely brother, RNA
I just want to say I love you!


Ku tatap punggung yang makin lama makin menjauh itu. Ada sebuah rasa sesak di dadaku.
“Berjanjilah untuk terus menjaga kesehatanmu dan pola makanmu. Aku tak mau kau sakit. Berjanjilah kau akan jadi yang terbaik untukku.” Gumamku pada diriku sendiri.
Jika kau ingin merasakan apa yang kurasa, anggap saja apa yang telah terjadi padaku ini adalah hal yang terjadi padamu juga. Dan kuharap… Siapapun yang telah membaca ini tak akan pernah menyesal.
-oOo-
“Besok kau akan datang kemari?”
“Tentu saja oppa, aku ingin sekali melihat pertandingannya.”
“Ah, baiklah. Sudah malam, kau cepat tidurlah. Selamat bertemu besok. Jaljayo~”
“Neo ddo oppa~”
Pip---
Ahh, lega rasanya mendengar suaranya malam ini. Kau tau siapa tadi yang menelpon? Dia adala oppaku. Bukan oppa kandung sih. Awalnya kami hanyalah sebatas teman, namun waktu terus membuat hubungan kita jauh lebih dekat dari yang dulu. Dan akhirnya kita menjadi sepasang kakak-adik. Hanya saja, perhatiannya terlalu berlebih jika untuk seorang adik. Finally, akupun terlanjur merasakan perasaan yang tak sewajarnya. Karena dia telah memiliki yeojachingu. Jujur saja, kisah cintaku yang satu ini bisa di bilang cukup rumit. Sampai-sampai akupun tak mengerti bagaimana jalan kisah cintaku ini. Ini bukanlah suatu pertanda baik.
Karena suatu alasan yang jika ku jelaskan kau tak akan mengerti, lusa ia akan berangkat ke mokpo untuk sekitar 3-4 bulan. Dan kau tau faktanya? Mokpo jauh dari Seoul. So, untuk beberapa bulan ke depan aku harus tahan tanpanya.
Baiklah, aku yakin jika saat ini kau bingung dengan apapun yang telah aku katakan sebelumnya. Jadi akan ku jelaskan satu persatu.
Namaku Kim Nara. Aku adalah seorang siswi kelas 1 di salah satu SMA yang kupikir cukup terkenal di Seoul. Dan kau tau? Dalam tulisanku ini aku hanya akan mengisahkah diriku dan seorang namja yang ku sebut oppa tadi. Namanya Cho Jino, satu tingkat di atasku. Menurutku dia bukanlah namja tampan, hanya saja tak jelek. Yah, ukuran rata-rata lah. Atau bisa di bilang lumayan.
Sebenarnya aku malas mengatakan hal ini, tapi mau bagaimana lagi ? Dia telah memiliki yeojachingu. Namanya Park Taeyon. Aku tidak terlalu mengerti dan memang tidak ingin mengerti tentangnya. Sudah lah, jangan bahas yeojachingunya itu.
“Sebenarnya aku sama sekali tak ingin melihat pertandingannya, hanya saja aku ingin besok seharian bersamamu karna itu waktu terakhir kita bukan ?” hanya bergumam untuk diriku sendiri.
-oOo-
“Akhirnya kita sampai, aku sudah tak sabar untuk masuk.” Ucapku pada teman-teman yang datang bersamaku.
“Tentu saja, ayo kita masuk.” Sahut salah seorang dari temanku.
Drrtt… ada pesan masuk
            From   : Zinc
            Subject             : Kau jadi kemari ?
Jadi dia belum melihatku? Jelas-jelas aku sekarang duduk di hadapannya. Meskipun jauh, setidaknya ia masih dapat melihat dan meyadari keberadaanku. Huhh…
            To       : Zinc
            Subject : Tentu saja. Kau pikir yang sedang ada di hadapanmu memakai baju merah itu siapa?
Ku lihat ia mulai celingak celinguk. Kurasa, dia mencariku. Saat ia menghadap ke arahku, aku langsung melambaikan tanganku padanya.
            From    : Zinc
            Subject : Nanti kita pulang sama-sama ya?
Ku lihat dia tersenyum dari ke jauhan. Ia melambaikan tangan kepadaku sebagai tanda untukku agar aku segera ketempatnya sekarang juga.
            To       : Zinc
            Subject : Tentu saja ! Kau pikir aku akan pulang dengan siapa jika tak bersamamu?
                          Kenapa kau menyuruhku untuk datang ke tempatmu? Apa kau sedang merindukanku ?
                          Hehehe ^^v
Aku agak ragu-ragu saat menekan tombol send. Tapi tak apalah, untuk hari ini saja.
            From    : Zinc
            Subject : Oh ayolah. Baiklah aku memang merindukanmu. Sekarang kemarilah. Bukankah hari ini                            kita terakhir bertemu ?
Yah, kau memang benar oppa. Ini untuk yang terakhir. Tak apakan aku memanjakannya sedikit di hari terakhir kita? Segera aku melangkahkan kakiku menuju tempatnya. Namun aku tak lupa untuk berpamitan dahulu kepada chingudeul-ku.
-oOo-
“Hai oppa. Kau puas sekarang?” sapaku saat aku telah ada di hadapannya. Oh tidak, dia tersenyum. Senyum yang akan sangat ku rindukan nantinya. Sebenarnya aku agak takut berpisah dengannya walau hanya dalam waktu beberapa bulan. Aku takut aku tak sanggup. Karena tanpanya, waktuku serasa berjalan begitu lambat dan membosankan. Karena aku telah terbiasa berada dalam bayang-bayangnya.
Di sampingnya juga duduk serang namja yang aku kenal. Lee Baekhyun. Sahabat Jino oppa. Ia juga tersenyum menyapaku.
“Karena tak ada kursi kosong lagi, sini duduklah denganku.” Dia menggeser sedikit posisi duduknya menyuruh aku duduk di sampingnya. Aku menampakkan wajah enggan. Hanya saja sebenarnya hati kecilku bersorak gembira. Aku duduk satu kursi dengannya! Bagaimana aku tak senang? Munafik bukan?
“Naa~ bantu aku dong! Atau kau mau menggantikanku? Aku akan berkemas karena sebentar lagi aku pulang. Kau jadi pulang bersamaku kan? Aku akan pulang bersama dengan Baekhyun.”tanyanya menawariku sebuah pekerjaan. Sebenarnya sih aku mau. Tapi aku kemarikan untuk menemaninya, bukan menggantikannya.
“Andwae, aku tak mau. Aku tak mengerti bagaimana cara kerjanya oppa. Lagian aku tak mau pulang besok, aku tak bersiap-siap tadi. Bukankah aku telah bilang padamu bahwa aku pulang bersamamu?” aku menolak permintaannya. Maaf ya oppa.
Oh iya, kau pasti bingung dengan apa yang ku bicarakan. Begini... Jino oppa, Baekhyun oppa, dan beberapa chingu-ku di sini menjadi panitia untuk perlombaan Tae kwondo tingkat propinsi. Sebenarnya aku juga di rekrut menjadi panitia. Sialnya, karena ada suatu halangan yang aku sangat benci sekali untuk menceritakannya, aku harus di gantikan di hari keberangkatan. Aku benar-benar menyesal tak ikut menjadi pantia. Tiga hari bersama, cukup bukan untuk waktu perpisahan? Dan aku tak mendapatkannya.
“Ya sudah, nanti saja aku berkemas saat jam istirahat.” Dia tersenyum lagi padaku. Baiklah, sekarang ku rasakan dia memanjakanku hari ini. Ah tidak, setiap hari dia memang memanjakanku. Tapi kurasa hari ini lebih dari hari sebelumnya.
“Setelah ini kau pasti akan merindukanku Naa~” bisiknya pelan di telingaku. Oh, sudahlah. Itu semua memang benar, tapi jangan kau ungkit lagi.
“Ani, mungkin saja kau yang akan merindukanku.” Ucapku bohong.
“Memang.” Gumamnya pelan. Aku pura-pura tak dengar saja. Ku rasakan pipiku mulai memanas.
Hening, kami bertiga-dengan Baekhyun oppa- diam dengan pikiran masing-masing. Ku pikir mereka berdua lelah.
“Baiklah semuanya istirahat ! Para official dan wasit diharap menuju ke tempat makan untuk makan bersama. Pertandingan akan di mulai satu jam kedepan” Ucap salah seorang panitia.
Jino oppa dan Baekhyun oppa langsung pergi begitu saja. Hey, apa kalian melupakanku. Setidaknya pamitlah atau apa. Mengesalkan!
-oOo-
Pertandingan di mulai lagi. Kulihat dia sudah kembali ke posisinya. Tapi ia tak bertugas, melainkan mengawasi dua orang yang mungkin akan menggantikannya dengan Bekhyun oppa. Ahh, hari ini akan segera berakhir.
Drrtt...
Drrtt...
Sudah kesekian kalinya ponselku bergetar, namun tetap saja tak ku hiraukan. Aku sedikit gugup karena sebentar lagi chingu ku yang akan tanding.
“Na-ya, Jino oppa memanggilmu.” Salah seorang chingu-ku mengagetkanku.
Ku lihat dia melambaikan tangannya dan dia telah berkemas, siap untuk pulang. Kenapa cepat sekali? Huh
Lalu akhirnya ku cek ponselku.
            From    ; Zinc
            Subject : Kau jadi pulang denganku?
Kenapa dia selalu bertanya berkali-kali?
            To       : Zinc
            Subject : Tentu saja ! Tapi tunggulah hingga Myungsoo dan Jiya bertanding oppa. Jeballl
Baiklah, alasanku kesini bukan hanya untuk bertemu dengan Jino oppa. Aku kemari juga untuk melihat penampilan mereka saat tanding.
            From    : Zinc
            Subject : Baiklah
-oOo-
Myungsoo dan Jiya sama-sama masuk semi final, aku sebenarnya masih ingin menyaksikannya. Tapi, aku juga harus pulang dengan Jino oppa. Jino oppa menghampiriku.
“Ja, kita pulang.” Ajaknya.
Setelah aku berpamitan pada semua temanku, akupun pergi menyusulnya.
Kita bertiga harus naik tiga kali angkutan. Dua angkutan lokal dan satu bis. Perjalanan yang melelahkan. Tapi tak apalah, toh aku sekarang bersama dengan Jino oppa.
Di angkutan pertama, Jino oppa terus menggodaku. Dia menunjukkan pesanku yang tadi dan mencibirku.
“Lihat, tadi ada orang yang mengirmiku sms seperti ini.” Katanya sambil menunjukkan sms itu.
            From    : Park Nara
            Subject : Tentu saja ! Kau pikir aku akan pulang dengan siapa jika tak bersamamu?
                          Kenapa kau menyuruhku untuk datang ke tempatmu? Apa kau sedang merindukanku ?
                          Hehehe ^^v
Aku hanya mengercutkan bibirku. Dia menyebalkan sekali.
“Tapi itu benarkan?” sanggahku kesal.
“Memang. Tapi, mungkin saja kau juga merindukanku.” Sial ! Tepat sasaran. Aku hanya tersenyum menahan malu. Sial ! Aku kena lagi. Ku mohon hentikan, aku sudah tak tahan lagii !
“Iya kan? Benarkan?” godanya lagi. Namun aku hanya tersenyum malu dan sama sekali tak ingin menatap wajahnya.
“Sudahlah, berhenti menggodaku.”
-oOo-
“Kau tau kan jalannya?” tanyanya padaku. Kami sudah berada di angkutan lokal kedua.
“Tentu saja, tadi aku juga melewti jalan ini juga.”
“Baiklah, aku lelah. Aku ingin tidur sebentar.” Katanya padaku.
Aku hanya diam tk menanggapi perkataannya. Ia telah berhenti mengoceh, ku pikir ia telah terlelap. Perlahan kurasakan pundak kiriku mulai memberat, benar saja. Ternyata kepalanya tersandar di pundakku. Aku hanya tersenyum lega melihatnya terlelap. Berharap jalanan yang kami lalui tak segera berkhir. Ku pandangi wajah lelahnya. Hey, dia lelap sekali. Aku menggapai tangannya dan menggenggamnya. Hangat, kehangatan yang tak akan kurasakan untuk beberapa bulan kedepan. Bagaimana bisa aku tahan tanpamu huh? Ada suatu perasaan sesak menghimpit dadaku. Air mataku serasa ingin jatuh saat ini juga. Tapi aku menahannya. Aku tak ingin saat ia terbangun nanti, ia menemukan air mataku telah luruh di pipiku.
‘Aku berharap dapat membunuh waktu, sehingga kita tetap dalam keadaan seperti ini selamanya. Berdua, hanya ada kau dan aku.’
-oOo-
“Oppa, kita sudah sampai.” Aku mengelus pelan punggung tangannya. Berharap ia segera bangun.
Ia membuka perlahan matanya. Mengerjap-kerjap sebentar. Lalu membangunkan Baekhyun oppa. Kamipun segera melangkah turun dan menuju halte. Menunggu bis tumpangan kita selanjutnya. Aku berharap bis itu tak segera datang.
Namun nasib berkata lain, baru saja aku duduk bis telah datang. Ahh, sial !
“Naa~ ayo naik.” Ajaknya padaku.
Karena bis sangat penuh, maka terpaksa kami harus berdiri. Seoul masih jauh dan aku masih harus dalam posisi berdiri.
“Oppa, aku lelah berdiri terus.” Aku mengeluh padanya yang saat ini berdiri di belakangku.
“Bersandarlah padaku. Aku ada di belakangmu.” Bisiknya pelan. Akhirnya aku bersandar padanya. Sebenarnya aku sama sekali tak ingin merepotkannya saat ini. Karena aku tau dia lebih lelah dariku dan tas di punggungnya lebih berat daripadaku. Tapi kakiku sudah tak dapat di ajak kompromi lagi.
Sebentar lagi kita sampai oppa... Sebentar lagi kita juga akan sampai pada awal perpisahan kita. Aku benar-benar ingin waktu berhenti saat ini juga. Karena aku sadar, hidupku untuk beberapa bulan ke depan akan semakin sulit tapamu.
--Finest Farewell--
24 November 2013
Ini hari perpisahan kita, terima kasih untuk hari itu ya? Aku benar-benar bahagia. Kau tau, setelah itu aku tak yakin bahwa kita, terutama aku tak akan baik-baik saja. Untuk beberapa bulan kedepan, ku harap kau hidup dengan baik, makan dengan teratur. Aku menulis ini bukan dengan maksud untuk apa-apa. Aku hanya ingin mengabadikan saat indah kita berdua. Aku tau kau sudah punya pacar yang lebih dan jauh lebih baik dariku. Mungkin kau hanya menganggapku sebagai adikmu saja. Tapi aku menganggapmu lebih dari itu. Kau percaya takdir ? Ku pikir kau adalah takdirku. Setelah ini aku mungkin akan sangat merindukanmu. Dan benar saja, itu benar-benar terjadi. Ini baru beberapa hari saja, tapi aku sudah tak tahan dengan rinduku padamu. Temanku bilang ini merupakan hal bagus jika aku berpisah denganmu untuk beberapa waktu. Katanya biar aku cepet Move On gitu. Tapi dia salah, dia enggak pernah ngerasa apa yang aku rasa saat ini. Ini merupakan sebuah siksaan bagiku. Tapi aku akan bertahan demi bertemu denganmu lagi. Aku begitu merindukanmu, benar-benar merindukanmu. Aku merindukan tawamu, senyummu, ekspresimu, kehangatan tanganmu, dan terlebih dirimu. Hari ini aku benar-benar yakin bahwa aku mencintaimu. Jangan pernah menyuruhku menunggu untukmu, karena aku benci itu. Tapi aku akan terus mencintaimu karena dengan mencintaimu aku akan bersedia menanti hingga hari kedatanganmu di hadapanku lagi. Tersenyum padaku dan menggenggam tanganku. Tulisan ini ku dedikasikan untukmu, RNA. Aku menulisnya dengan sepenuh hatiku. Hanya berharap kau tau bahwa aku mencintaimu dengan tulus dan dengan sepenuh hatiku.
Aku hanya ingin bilang... Aku menyayangimu oppa.
Lia





[Fanfiction: Lee Sungmin] The Gift

The Gift...
Lee Sungmin | Park Ah Yeon
 ‘Maaf karena hanya sakit yang kuberikan disaat terindahmu. Ku harap kau tak menangisiku oppa... Bukankah aku telah berkata padamu, jika saat kau menangis kau terlihat begitu lemah dan jelek. Lee Sungmin yang aku kenal bukanlah orang yang lemah. Lee Sungminku adalah orang paling kuat dan tegar. Percayalah, walau aku tak ada di sisimu, tapi aku akan terus hidup dengan cinta dalam hatimu. Berjanjilah untuk hidup dengan baik dan berkencanlah dengan gadis yang baik-baik pula. Jangan penah berhenti menyanyi karena kaulah melodiku, oppa. Jangan sekalipun kau menyesali kepergianku karena ini semua adalah takdir. Bukankah cinta tak selamanya bahagia, oppa? Aku bukan takdirmu, tapi engkaulah takdirku karena hingga nafas terakhirku, kau adalah satu-satunya yang aku cintai. Selamat ulang tahun, oppa. Kau yang terbaik. Maaf tak dapat kuberikan satu kado istimewa selain rasa sakit ini, oppa. Tapi oppa, Saranghaeyo’
Sungmin meremas pelan kertas yang ada di genggamannya kini. Ia memukul-mukul keras gundukan tanah yang saat ini berada di hadapannya.
“Kau terlalu cepat Yeon-ah. Terlalu cepat pergi hingga aku tak sanggup mengucapkan salam perpisahan untuk yang terakhir kalinya. Yeon-ah...” Sungmin berteriak marah entah pada siapa. Mungkin pada dirinya sendiri karena tak sempat ia melihat mata gadisnya terbuka untuk yang terakhir kalinya. Park Ah Yeon. Hidup dan mati Sungmin. Nyawa sekaligus nafasnya, yang kini telah hilang di bawah gundukan tanah merah yang masih baru. Ia memeluk erat miniatur Eiffel berwarna pink yang sebelumnya akan ia jadikan sebagai kado natal bagi gadisnya itu.
--Flashback--
*Sungmin PoV’s*
Dua tahun belakangan ini Park Ah Yeon, gadis yang paling ku cintai bahkan melebihi nyawaku sendiri mengalami cobaan yang begitu berat. Bayangkan saja, kanker paru-paru lama kelamaan menggerogoti kebahagiaan serta tubuh mungilnya itu. Aku benar-benar ingin menangis melihat gadisku yang malang ini. Tapi jika aku menangis, dia selalu marah padaku. Aku tau dia gadis yang tegar. Di tengah penderitaannya, dia masih saja tersenyum lebar seakan tak ada apa-apa. Aku semakin mencintainya hari demi hari.
Bulan depan adalah ulang tahun kedua dengan Ah Yeon yang dirawat di rumah sakit. Ahh, aku tak ingin ulang tahunku seperti tahun kemarin. Benar-benar buruk. Saat itu Ah Yeon sedang terbaring koma di rumah sakit. Miris, tanpa Ah Yeon ulang tahunku tak sempurna sama sekali. Ku harap, di ulang tahunku yang akan datang Ah Yeon akan benar-benar pulih. Melihat perkembangannya, ia semakin jauh lebih baik.
Sebenarnya, aku tak benar-benar memperhatikan perkembangannya secara langsung, melainkan dari teman Ah Yeon, Kim Hyemi yang juga merupakan kekasih dari Kangin hyung. Ini semua karena kesibukanku sebagai anggota Boyband terkenal, Super Junior yang kini tengah melakukan akitvitas keluar negri. Aku benar-benar menyesal karena tak dapat memanfaatkan waktuku untuk bersama Ah Yeon. Aku takut sekali waktunya tak lama lagi. Aku tak ingin dia segera pergi.
Hari ini aku akan mengunjunginya lagi setelah kemarin malam aku sempat mampir. Hanya saja ia mengusirku dan menyuruhku untuk cepat pergi beristirahat. Astaga, aku benar-benar gemas melihatnya. Dia sakit parah seperti ini tapi masih saja sempat memperhatikan kesehatan orang lain.
Saat di depan pintu kamar rawat Ah Yeon, aku mendengarkan sura gelak tawa dari dalam.
“Annyeong” sapaku saat aku membuka pintu kamanya.
“Oppa...” sapanya lemah. Kulihat disana ada sahabat-sahabat Ah Yeon sedang berkumpul.
“Bagaimana keadaanmu hari ini? Apa kau sudah makan? Kenapa kau tampak begitu bahagia, eoh?” tanyaku sembari mengecup pelan bibi mungilnya itu.
“Aishh, jinja. Benar-benar manisnya mereka berdua ini.” Goda Hyemi yang juga tengah beada disini. Aku hanya membalasnya dengan tersenyum.
“Oppa, kata Hyemi, Super Junior akan ada jadwal keluar negri ya minggu depan?”
“Ah, iya. Aku baru saja akan memberitahumu. Kita jadi tak dapat merayakan natal bersama, chagi” sesalku.
“Gwenchana. Kan masih ada tahun depan? Kapan kau akan pulang?”
“Mungkin tanggal tiga atau empat Januari, chagi.”
“Astaga, kita akan melewatkan ulang tahunmu, oppa.” Terdengar dari nada bicaranya, kentara sekali bahwa ia sangat kecewa.
“Mianhae. Tapi tenang, sepulang nanti akan ku bawakan oleh oleh sebagai hadiah natalmu.”
“Jinjayo?” tanyanya bersemangat. Tuhan, ku mohon jagalah gadisku ini selama aku tak ada di korea Tuhan. Jagalah selalu nafasnya Tuhan. Jika kau ingin segera bertemunya, ku harap saat aku berada di sampingnya.
“Tentu saja. Kau mau oleh-oleh apa hum?”
“Kau akan pergi ke paris kan? Ah, andai aku dapat ikut denganmu. Aku sangat ingin pergi ke paris oppa. Bagaiman jika kau bawakan aku miniatur Eiffel ? Kalu bisa yang warna pink ya?”
“Tenang, akan ku dapatkan. Apa yang tak kuberikan untuk gadis cantikku ini? Makanya, segeralah sembuh maka aku dapat mengajakmu ke Paris.”
“Tentu saja aku akan segera sembuh oppa. Yaksoke?”
“Yaksoke.” Aku berjanji akan membeikan apapun yang kau inginkan Ah Yeon. Karena akulah segalanya yang aku inginkan.
-oOo-
There were days when I was just broken, you know...
There were nights when I was doubting myself
But you kept my heart from folding
It didn't matter how many times I got knocked on the floor
You knew one day I would be standing tall
Just look at us now
-oOo-
*Still on Sungmin’s PoV*
Ku lihat wajah tirus milik gadisku yang begitu ku cintai. Kulihat matanya yang tertup, ku harap akan segera terbuka lagi. Karena aku begitu berat meninggalkannya pergi ke Paris. Tuhan aku takut sekali kehilangannya, ku mohon jaga dia.
“Eomma, aku akan berangkat. Tolong jaga Ah Yeon hingga aku kembali, ne?” pintaku pada eomma Ah Yeon.
“Oppa...” serunya pelan.
“Apa kau tak mau berpamitan padaku?” lanjutnya lagi.
“Kau tadi sedang tidur pulas, jadi aku tak tega untuk membangunkanmu, chagi. Mianhae.”
“Kau akan berangkat kan? Hati hati ya?”
“Kau juga jaga kesehatanmu ya? Jangan telat makan dan selalu patuh pada orang tuamu ne?” Aku lalu mengecup bibirnya lama. Merasakan hembusan nafasnya, bibirnya yang lembut membuatku ingin tetap berada disini. Kurasakan air matanya mengalir pelan dipipinya.
“Kenapa kau menangis, chagi?” tanyaku penuh penasaran.
“Aku takut kita tak akan bertemu lagi, aku sangat takut oppa.”
“Kita pasti akan bertemu lagi. Aku percaya itu.” Aku juga sedikit takut. Tapi aku hanya ingin mempercayai bahwa kita akan bersama lagi. Ku kecup lagi bibir manisnya. Lama...
-oOo-
Aku memandangi miniatur Eiffel berwarna pink yang sangat di inginkan oleh Ah Yeon. Senyumku mulai mengembang jika membayangkan Ah Yeon akan begitu senang dengan hadiah yang aku bawakan. Tiba-tiba ku rasakan ponselku bergetar.
            Chagiya is calling~
“Yeobosseyo?”
“Saengil chukkae oppaa.....” teriaknya dari seberang telepon.
“Ah, gomawoyo tapi disini masih jam 4 sore, chagi. Masih 8 jam lagi aku berulangtahun disini. Eh, bukankan sekarang di Seoul adalah jam 12 malam? Kenapa kau tidak istirahat Ah Yeon? Ini benar-benar dapat mengganggu kesehatanmu kau tau?”
“Mianhae oppa. Tapi aku ingin melakukan hal baik untukmu untuk yang terakhir.” Sesalnya. Tunggu! Untuk yang terakhir? Apa maksud dari perkataannya ini?
“Maksudmu apa untuk yang terakhir?” tanyaku penuh selidik.
“Gwenchana, nanti aku akan menelponmu 8 jam lagi ne? Saranghae oppa.”
Pip—
Gadis ini, benar-benar membuatku khawatir. Apa yang di maksud dengan untuk yang terakhir ? Argh, Lee Sungmin, berhentilah berfikiran yang aneh. Ah Yeon pasti akan sembuh. Yakinlah !
“Hyung, Gwenchana?” Seseorang menepuk pelan pundakku. Ternyata Kyuhyun.
“Park Ah Yeon? Gwenchana, jangan khawatir. Dia akan baik-baik saja. Percayalah.” Lanjutnya menyemangatiku. Walaupun ia adalah orang yang begitu menyebalkan, tapi entah mengapa aku sangat menyayanginya, begitupun member yang lain. Apa mungkin saja karena dia itu maknae? Nado molla~
Aku hanya membalasnya dengan senyuman.
“Hyung, latihan terakhir kita akan di mulai. Ja, setelah itu masih harus fitting dan segala macam. Palliwa jika kau tak mau terlambat dan hyung yang lain mengomel kepada kita.”
“Arasseo, kyu.” Sekarang mana yang hyung mana yang dongsaeng sih? Kok Kyuhyun lebih mirip hyungku ketimbang dongsaengku kali ini?
-oOo-
Sudah jam 12 malam, kenapa Ah Yeon belum menelfon juga? Kenapa perasaanku jadi berantakan seperti ini? Sebenarnya apa yang aku rasakan? Kenapa aku begitu khawatir pada Ah Yeon?
            Hyemi is Calling...
“Yeobosseyo”
“.......”
“Bicaralah pelan-pelan. Ada apa dengan Ah Yeon?”
“......”
“Koma? Kau pasti bercanda kan?”
“.......”
“Baik, aku akan segera ke korea saat ini juga.”
Pip—
Astaga, Ah Yeon. Kenapa jadi seperti ini? Kenapa harus hari ini? Kenapa saat aku tak ada di sampingmu? Ah Yeon ku mohon kau harus kuat. Tunggu aku, kumohon tunggulah aku sebentar  saja.
Saat aku membuka pintu kamar hotel ternyata telah banyak orang yang akan memberiku kejutan. Mereka kaget karena aku tiba-tiba saja keluar dengan wajah kalut.
“Hyung, saengil chukkae!” teriak Kyuhyun yang heran dengan kelakuanku. Aku hanya diam tak menanggapinya dan terus berlari. Tak peduli bagaimana penampilanku saat ini. Aku hanya ingin menuju bandara dan segera terbang ke Korea.
-oOo-
Sial, setelah berdebat lama dengan petugas aku terpaksa harus menunggu keberangkatan ke korea sekitar tiga jam lagi. Aku benar-benar tak dapat menunggu untuk waktu selama itu. Ku sandarkan punggungku pada tembok di belakangku. Tak terasa air mata begitu saja jatuh di pelupuk mataku. Aku takut ada apa-apa terjadi dengan Ah Yeon. Aku belum siap jika dia harus pergi.
-oOo-
Aku baru sampai di korea pada pukul 7 malam. Sesampainya disana aku langsung menuju rumah sakit dimana Ah Yeon di rawat. Saat aku turun dan berlari menuju kamar rawat Ah Yeon, semua orang terkejut akan kehadiranku. Beberapa diantaranya bahkan sempat mengambil fotoku. Namun aku sama sekali tak memperdulikannya, yang ku inginkan saat ini hanya Ah Yeon.
Aku begitu terkejut saat sampai di kamar rawat Ah Yeon yang ku temukan hanyalah sebuah kamar rawat yang kosong. Kemana Ah Yeon? Aku ingin menghubungi Hyemi tapi ponselku lowbat. Aku benar-benar panik kali ini. Hanya dengan memeluk miniatur menara Eiffel berwarna pink inilah aku sedikit tenang.
Tanpa pikir panjang, aku langsung saja naik taksi menuju rumah Ah Yeon. Ketakutanku semakin memuncak saat ada banyak orang dengan wajah kusut di rumah Ah Yeon. Rasanya kakiku berat untuk melangkah masuk, hanya untuk sekedar memastikan apa yang sedang terjadi. Aku sebenarnya sudah mengira bahwa inilah yang terjadi, hanya saja aku tak ingin mempercayai kenyataan ini. Kenyataan yang mengharuskanku merelakan gadisku satu-satunya pergi untuk selamanya. Sedikitpun aku tak mau percaya.
“Aku tau ini berat bagimu oppa, tapi inilah kenyataannya. Kau harus merelakan Ah Yeon. Mungkin dengan begini, ia sudah tak merasakan sakit lagi. Ku mohon tabahlah oppa. Ini surat dari Ah Yeon untukmu.” Seru sebuah suara mengelus punggungku dari belakang. Kim Hyemi. Kemudian aku memeluknya erat, kutumpahkan segala tangisku. Kurasakan ia juga terisak dalam pelukanku. Ku genggam erat surat dari Ah Yeon. Ku terlalu cepat, chagi.
Aku tak percaya hal ini benar-benar terjadi. Ah Yeon pergi untuk selamanya. Dan tak akan pernah kulihat senyumnya lagi.
Maafkan aku karena pada saat terakhirmu aku tak ada di sampingmu. Maafkan aku karena tak dapat menolongmu dari rasa sakit itu hingga akhirnya kau pergi meninggalkanku. Maafkan aku karena tak dapat mmenjadi namja yang baik untumu. Sudahkah rasa sakit itu hilang Ah Yeon? Tersenyumlah untukku. Semoga kau bahagia disana. Aku mencintaimu~
Like dust, will those memories change and leave?
I’ll keep smiling to ease my heart.

The End...