widget

Everytime I had the Inspirations on Everywhere and from Everyone

Selasa, 04 Februari 2014

[Fanfiction: Lee Sungmin] The Gift

The Gift...
Lee Sungmin | Park Ah Yeon
 ‘Maaf karena hanya sakit yang kuberikan disaat terindahmu. Ku harap kau tak menangisiku oppa... Bukankah aku telah berkata padamu, jika saat kau menangis kau terlihat begitu lemah dan jelek. Lee Sungmin yang aku kenal bukanlah orang yang lemah. Lee Sungminku adalah orang paling kuat dan tegar. Percayalah, walau aku tak ada di sisimu, tapi aku akan terus hidup dengan cinta dalam hatimu. Berjanjilah untuk hidup dengan baik dan berkencanlah dengan gadis yang baik-baik pula. Jangan penah berhenti menyanyi karena kaulah melodiku, oppa. Jangan sekalipun kau menyesali kepergianku karena ini semua adalah takdir. Bukankah cinta tak selamanya bahagia, oppa? Aku bukan takdirmu, tapi engkaulah takdirku karena hingga nafas terakhirku, kau adalah satu-satunya yang aku cintai. Selamat ulang tahun, oppa. Kau yang terbaik. Maaf tak dapat kuberikan satu kado istimewa selain rasa sakit ini, oppa. Tapi oppa, Saranghaeyo’
Sungmin meremas pelan kertas yang ada di genggamannya kini. Ia memukul-mukul keras gundukan tanah yang saat ini berada di hadapannya.
“Kau terlalu cepat Yeon-ah. Terlalu cepat pergi hingga aku tak sanggup mengucapkan salam perpisahan untuk yang terakhir kalinya. Yeon-ah...” Sungmin berteriak marah entah pada siapa. Mungkin pada dirinya sendiri karena tak sempat ia melihat mata gadisnya terbuka untuk yang terakhir kalinya. Park Ah Yeon. Hidup dan mati Sungmin. Nyawa sekaligus nafasnya, yang kini telah hilang di bawah gundukan tanah merah yang masih baru. Ia memeluk erat miniatur Eiffel berwarna pink yang sebelumnya akan ia jadikan sebagai kado natal bagi gadisnya itu.
--Flashback--
*Sungmin PoV’s*
Dua tahun belakangan ini Park Ah Yeon, gadis yang paling ku cintai bahkan melebihi nyawaku sendiri mengalami cobaan yang begitu berat. Bayangkan saja, kanker paru-paru lama kelamaan menggerogoti kebahagiaan serta tubuh mungilnya itu. Aku benar-benar ingin menangis melihat gadisku yang malang ini. Tapi jika aku menangis, dia selalu marah padaku. Aku tau dia gadis yang tegar. Di tengah penderitaannya, dia masih saja tersenyum lebar seakan tak ada apa-apa. Aku semakin mencintainya hari demi hari.
Bulan depan adalah ulang tahun kedua dengan Ah Yeon yang dirawat di rumah sakit. Ahh, aku tak ingin ulang tahunku seperti tahun kemarin. Benar-benar buruk. Saat itu Ah Yeon sedang terbaring koma di rumah sakit. Miris, tanpa Ah Yeon ulang tahunku tak sempurna sama sekali. Ku harap, di ulang tahunku yang akan datang Ah Yeon akan benar-benar pulih. Melihat perkembangannya, ia semakin jauh lebih baik.
Sebenarnya, aku tak benar-benar memperhatikan perkembangannya secara langsung, melainkan dari teman Ah Yeon, Kim Hyemi yang juga merupakan kekasih dari Kangin hyung. Ini semua karena kesibukanku sebagai anggota Boyband terkenal, Super Junior yang kini tengah melakukan akitvitas keluar negri. Aku benar-benar menyesal karena tak dapat memanfaatkan waktuku untuk bersama Ah Yeon. Aku takut sekali waktunya tak lama lagi. Aku tak ingin dia segera pergi.
Hari ini aku akan mengunjunginya lagi setelah kemarin malam aku sempat mampir. Hanya saja ia mengusirku dan menyuruhku untuk cepat pergi beristirahat. Astaga, aku benar-benar gemas melihatnya. Dia sakit parah seperti ini tapi masih saja sempat memperhatikan kesehatan orang lain.
Saat di depan pintu kamar rawat Ah Yeon, aku mendengarkan sura gelak tawa dari dalam.
“Annyeong” sapaku saat aku membuka pintu kamanya.
“Oppa...” sapanya lemah. Kulihat disana ada sahabat-sahabat Ah Yeon sedang berkumpul.
“Bagaimana keadaanmu hari ini? Apa kau sudah makan? Kenapa kau tampak begitu bahagia, eoh?” tanyaku sembari mengecup pelan bibi mungilnya itu.
“Aishh, jinja. Benar-benar manisnya mereka berdua ini.” Goda Hyemi yang juga tengah beada disini. Aku hanya membalasnya dengan tersenyum.
“Oppa, kata Hyemi, Super Junior akan ada jadwal keluar negri ya minggu depan?”
“Ah, iya. Aku baru saja akan memberitahumu. Kita jadi tak dapat merayakan natal bersama, chagi” sesalku.
“Gwenchana. Kan masih ada tahun depan? Kapan kau akan pulang?”
“Mungkin tanggal tiga atau empat Januari, chagi.”
“Astaga, kita akan melewatkan ulang tahunmu, oppa.” Terdengar dari nada bicaranya, kentara sekali bahwa ia sangat kecewa.
“Mianhae. Tapi tenang, sepulang nanti akan ku bawakan oleh oleh sebagai hadiah natalmu.”
“Jinjayo?” tanyanya bersemangat. Tuhan, ku mohon jagalah gadisku ini selama aku tak ada di korea Tuhan. Jagalah selalu nafasnya Tuhan. Jika kau ingin segera bertemunya, ku harap saat aku berada di sampingnya.
“Tentu saja. Kau mau oleh-oleh apa hum?”
“Kau akan pergi ke paris kan? Ah, andai aku dapat ikut denganmu. Aku sangat ingin pergi ke paris oppa. Bagaiman jika kau bawakan aku miniatur Eiffel ? Kalu bisa yang warna pink ya?”
“Tenang, akan ku dapatkan. Apa yang tak kuberikan untuk gadis cantikku ini? Makanya, segeralah sembuh maka aku dapat mengajakmu ke Paris.”
“Tentu saja aku akan segera sembuh oppa. Yaksoke?”
“Yaksoke.” Aku berjanji akan membeikan apapun yang kau inginkan Ah Yeon. Karena akulah segalanya yang aku inginkan.
-oOo-
There were days when I was just broken, you know...
There were nights when I was doubting myself
But you kept my heart from folding
It didn't matter how many times I got knocked on the floor
You knew one day I would be standing tall
Just look at us now
-oOo-
*Still on Sungmin’s PoV*
Ku lihat wajah tirus milik gadisku yang begitu ku cintai. Kulihat matanya yang tertup, ku harap akan segera terbuka lagi. Karena aku begitu berat meninggalkannya pergi ke Paris. Tuhan aku takut sekali kehilangannya, ku mohon jaga dia.
“Eomma, aku akan berangkat. Tolong jaga Ah Yeon hingga aku kembali, ne?” pintaku pada eomma Ah Yeon.
“Oppa...” serunya pelan.
“Apa kau tak mau berpamitan padaku?” lanjutnya lagi.
“Kau tadi sedang tidur pulas, jadi aku tak tega untuk membangunkanmu, chagi. Mianhae.”
“Kau akan berangkat kan? Hati hati ya?”
“Kau juga jaga kesehatanmu ya? Jangan telat makan dan selalu patuh pada orang tuamu ne?” Aku lalu mengecup bibirnya lama. Merasakan hembusan nafasnya, bibirnya yang lembut membuatku ingin tetap berada disini. Kurasakan air matanya mengalir pelan dipipinya.
“Kenapa kau menangis, chagi?” tanyaku penuh penasaran.
“Aku takut kita tak akan bertemu lagi, aku sangat takut oppa.”
“Kita pasti akan bertemu lagi. Aku percaya itu.” Aku juga sedikit takut. Tapi aku hanya ingin mempercayai bahwa kita akan bersama lagi. Ku kecup lagi bibir manisnya. Lama...
-oOo-
Aku memandangi miniatur Eiffel berwarna pink yang sangat di inginkan oleh Ah Yeon. Senyumku mulai mengembang jika membayangkan Ah Yeon akan begitu senang dengan hadiah yang aku bawakan. Tiba-tiba ku rasakan ponselku bergetar.
            Chagiya is calling~
“Yeobosseyo?”
“Saengil chukkae oppaa.....” teriaknya dari seberang telepon.
“Ah, gomawoyo tapi disini masih jam 4 sore, chagi. Masih 8 jam lagi aku berulangtahun disini. Eh, bukankan sekarang di Seoul adalah jam 12 malam? Kenapa kau tidak istirahat Ah Yeon? Ini benar-benar dapat mengganggu kesehatanmu kau tau?”
“Mianhae oppa. Tapi aku ingin melakukan hal baik untukmu untuk yang terakhir.” Sesalnya. Tunggu! Untuk yang terakhir? Apa maksud dari perkataannya ini?
“Maksudmu apa untuk yang terakhir?” tanyaku penuh selidik.
“Gwenchana, nanti aku akan menelponmu 8 jam lagi ne? Saranghae oppa.”
Pip—
Gadis ini, benar-benar membuatku khawatir. Apa yang di maksud dengan untuk yang terakhir ? Argh, Lee Sungmin, berhentilah berfikiran yang aneh. Ah Yeon pasti akan sembuh. Yakinlah !
“Hyung, Gwenchana?” Seseorang menepuk pelan pundakku. Ternyata Kyuhyun.
“Park Ah Yeon? Gwenchana, jangan khawatir. Dia akan baik-baik saja. Percayalah.” Lanjutnya menyemangatiku. Walaupun ia adalah orang yang begitu menyebalkan, tapi entah mengapa aku sangat menyayanginya, begitupun member yang lain. Apa mungkin saja karena dia itu maknae? Nado molla~
Aku hanya membalasnya dengan senyuman.
“Hyung, latihan terakhir kita akan di mulai. Ja, setelah itu masih harus fitting dan segala macam. Palliwa jika kau tak mau terlambat dan hyung yang lain mengomel kepada kita.”
“Arasseo, kyu.” Sekarang mana yang hyung mana yang dongsaeng sih? Kok Kyuhyun lebih mirip hyungku ketimbang dongsaengku kali ini?
-oOo-
Sudah jam 12 malam, kenapa Ah Yeon belum menelfon juga? Kenapa perasaanku jadi berantakan seperti ini? Sebenarnya apa yang aku rasakan? Kenapa aku begitu khawatir pada Ah Yeon?
            Hyemi is Calling...
“Yeobosseyo”
“.......”
“Bicaralah pelan-pelan. Ada apa dengan Ah Yeon?”
“......”
“Koma? Kau pasti bercanda kan?”
“.......”
“Baik, aku akan segera ke korea saat ini juga.”
Pip—
Astaga, Ah Yeon. Kenapa jadi seperti ini? Kenapa harus hari ini? Kenapa saat aku tak ada di sampingmu? Ah Yeon ku mohon kau harus kuat. Tunggu aku, kumohon tunggulah aku sebentar  saja.
Saat aku membuka pintu kamar hotel ternyata telah banyak orang yang akan memberiku kejutan. Mereka kaget karena aku tiba-tiba saja keluar dengan wajah kalut.
“Hyung, saengil chukkae!” teriak Kyuhyun yang heran dengan kelakuanku. Aku hanya diam tak menanggapinya dan terus berlari. Tak peduli bagaimana penampilanku saat ini. Aku hanya ingin menuju bandara dan segera terbang ke Korea.
-oOo-
Sial, setelah berdebat lama dengan petugas aku terpaksa harus menunggu keberangkatan ke korea sekitar tiga jam lagi. Aku benar-benar tak dapat menunggu untuk waktu selama itu. Ku sandarkan punggungku pada tembok di belakangku. Tak terasa air mata begitu saja jatuh di pelupuk mataku. Aku takut ada apa-apa terjadi dengan Ah Yeon. Aku belum siap jika dia harus pergi.
-oOo-
Aku baru sampai di korea pada pukul 7 malam. Sesampainya disana aku langsung menuju rumah sakit dimana Ah Yeon di rawat. Saat aku turun dan berlari menuju kamar rawat Ah Yeon, semua orang terkejut akan kehadiranku. Beberapa diantaranya bahkan sempat mengambil fotoku. Namun aku sama sekali tak memperdulikannya, yang ku inginkan saat ini hanya Ah Yeon.
Aku begitu terkejut saat sampai di kamar rawat Ah Yeon yang ku temukan hanyalah sebuah kamar rawat yang kosong. Kemana Ah Yeon? Aku ingin menghubungi Hyemi tapi ponselku lowbat. Aku benar-benar panik kali ini. Hanya dengan memeluk miniatur menara Eiffel berwarna pink inilah aku sedikit tenang.
Tanpa pikir panjang, aku langsung saja naik taksi menuju rumah Ah Yeon. Ketakutanku semakin memuncak saat ada banyak orang dengan wajah kusut di rumah Ah Yeon. Rasanya kakiku berat untuk melangkah masuk, hanya untuk sekedar memastikan apa yang sedang terjadi. Aku sebenarnya sudah mengira bahwa inilah yang terjadi, hanya saja aku tak ingin mempercayai kenyataan ini. Kenyataan yang mengharuskanku merelakan gadisku satu-satunya pergi untuk selamanya. Sedikitpun aku tak mau percaya.
“Aku tau ini berat bagimu oppa, tapi inilah kenyataannya. Kau harus merelakan Ah Yeon. Mungkin dengan begini, ia sudah tak merasakan sakit lagi. Ku mohon tabahlah oppa. Ini surat dari Ah Yeon untukmu.” Seru sebuah suara mengelus punggungku dari belakang. Kim Hyemi. Kemudian aku memeluknya erat, kutumpahkan segala tangisku. Kurasakan ia juga terisak dalam pelukanku. Ku genggam erat surat dari Ah Yeon. Ku terlalu cepat, chagi.
Aku tak percaya hal ini benar-benar terjadi. Ah Yeon pergi untuk selamanya. Dan tak akan pernah kulihat senyumnya lagi.
Maafkan aku karena pada saat terakhirmu aku tak ada di sampingmu. Maafkan aku karena tak dapat menolongmu dari rasa sakit itu hingga akhirnya kau pergi meninggalkanku. Maafkan aku karena tak dapat mmenjadi namja yang baik untumu. Sudahkah rasa sakit itu hilang Ah Yeon? Tersenyumlah untukku. Semoga kau bahagia disana. Aku mencintaimu~
Like dust, will those memories change and leave?
I’ll keep smiling to ease my heart.

The End...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar