The Gift...
Lee Sungmin | Park Ah Yeon
‘Maaf karena hanya
sakit yang kuberikan disaat terindahmu. Ku harap kau tak menangisiku oppa...
Bukankah aku telah berkata padamu, jika saat kau menangis kau terlihat begitu
lemah dan jelek. Lee Sungmin yang aku kenal bukanlah orang yang lemah. Lee
Sungminku adalah orang paling kuat dan tegar. Percayalah, walau aku tak ada di
sisimu, tapi aku akan terus hidup dengan cinta dalam hatimu. Berjanjilah untuk
hidup dengan baik dan berkencanlah dengan gadis yang baik-baik pula. Jangan
penah berhenti menyanyi karena kaulah melodiku, oppa. Jangan sekalipun kau
menyesali kepergianku karena ini semua adalah takdir. Bukankah cinta tak
selamanya bahagia, oppa? Aku bukan takdirmu, tapi engkaulah takdirku karena
hingga nafas terakhirku, kau adalah satu-satunya yang aku cintai. Selamat ulang
tahun, oppa. Kau yang terbaik. Maaf tak dapat kuberikan satu kado istimewa
selain rasa sakit ini, oppa. Tapi oppa, Saranghaeyo’
Sungmin meremas pelan kertas yang ada di genggamannya kini. Ia memukul-mukul
keras gundukan tanah yang saat ini berada di hadapannya.
“Kau terlalu cepat Yeon-ah. Terlalu cepat pergi hingga aku tak sanggup
mengucapkan salam perpisahan untuk yang terakhir kalinya. Yeon-ah...” Sungmin
berteriak marah entah pada siapa. Mungkin pada dirinya sendiri karena tak
sempat ia melihat mata gadisnya terbuka untuk yang terakhir kalinya. Park Ah
Yeon. Hidup dan mati Sungmin. Nyawa sekaligus nafasnya, yang kini telah hilang
di bawah gundukan tanah merah yang masih baru. Ia memeluk erat miniatur Eiffel
berwarna pink yang sebelumnya akan ia jadikan sebagai kado natal bagi gadisnya
itu.
--Flashback--
*Sungmin PoV’s*
Dua tahun belakangan ini Park Ah Yeon, gadis yang paling ku cintai bahkan
melebihi nyawaku sendiri mengalami cobaan yang begitu berat. Bayangkan saja,
kanker paru-paru lama kelamaan menggerogoti kebahagiaan serta tubuh mungilnya
itu. Aku benar-benar ingin menangis melihat gadisku yang malang ini. Tapi jika
aku menangis, dia selalu marah padaku. Aku tau dia gadis yang tegar. Di tengah
penderitaannya, dia masih saja tersenyum lebar seakan tak ada apa-apa. Aku
semakin mencintainya hari demi hari.
Bulan depan adalah ulang tahun kedua dengan Ah Yeon yang dirawat di rumah
sakit. Ahh, aku tak ingin ulang tahunku seperti tahun kemarin. Benar-benar
buruk. Saat itu Ah Yeon sedang terbaring koma di rumah sakit. Miris, tanpa Ah
Yeon ulang tahunku tak sempurna sama sekali. Ku harap, di ulang tahunku yang
akan datang Ah Yeon akan benar-benar pulih. Melihat perkembangannya, ia semakin
jauh lebih baik.
Sebenarnya, aku tak benar-benar memperhatikan perkembangannya secara
langsung, melainkan dari teman Ah Yeon, Kim Hyemi yang juga merupakan kekasih
dari Kangin hyung. Ini semua karena kesibukanku sebagai anggota Boyband
terkenal, Super Junior yang kini tengah melakukan akitvitas keluar negri. Aku
benar-benar menyesal karena tak dapat memanfaatkan waktuku untuk bersama Ah
Yeon. Aku takut sekali waktunya tak lama lagi. Aku tak ingin dia segera pergi.
Hari ini aku akan mengunjunginya lagi setelah kemarin malam aku sempat
mampir. Hanya saja ia mengusirku dan menyuruhku untuk cepat pergi beristirahat.
Astaga, aku benar-benar gemas melihatnya. Dia sakit parah seperti ini tapi
masih saja sempat memperhatikan kesehatan orang lain.
Saat di depan pintu kamar rawat Ah Yeon, aku mendengarkan sura gelak tawa
dari dalam.
“Annyeong” sapaku saat aku membuka pintu kamanya.
“Oppa...” sapanya lemah. Kulihat disana ada sahabat-sahabat Ah Yeon sedang
berkumpul.
“Bagaimana keadaanmu hari ini? Apa kau sudah makan? Kenapa kau tampak
begitu bahagia, eoh?” tanyaku sembari mengecup pelan bibi mungilnya itu.
“Aishh, jinja. Benar-benar manisnya mereka berdua ini.” Goda Hyemi yang
juga tengah beada disini. Aku hanya membalasnya dengan tersenyum.
“Oppa, kata Hyemi, Super Junior akan ada jadwal keluar negri ya minggu
depan?”
“Ah, iya. Aku baru saja akan memberitahumu. Kita jadi tak dapat merayakan
natal bersama, chagi” sesalku.
“Gwenchana. Kan masih ada tahun depan? Kapan kau akan pulang?”
“Mungkin tanggal tiga atau empat Januari, chagi.”
“Astaga, kita akan melewatkan ulang tahunmu, oppa.” Terdengar dari nada
bicaranya, kentara sekali bahwa ia sangat kecewa.
“Mianhae. Tapi tenang, sepulang nanti akan ku bawakan oleh oleh sebagai
hadiah natalmu.”
“Jinjayo?” tanyanya bersemangat. Tuhan, ku mohon jagalah gadisku ini selama
aku tak ada di korea Tuhan. Jagalah selalu nafasnya Tuhan. Jika kau ingin
segera bertemunya, ku harap saat aku berada di sampingnya.
“Tentu saja. Kau mau oleh-oleh apa hum?”
“Kau akan pergi ke paris kan? Ah, andai aku dapat ikut denganmu. Aku sangat
ingin pergi ke paris oppa. Bagaiman jika kau bawakan aku miniatur Eiffel ? Kalu
bisa yang warna pink ya?”
“Tenang, akan ku dapatkan. Apa yang tak kuberikan untuk gadis cantikku ini?
Makanya, segeralah sembuh maka aku dapat mengajakmu ke Paris.”
“Tentu saja aku akan segera sembuh oppa. Yaksoke?”
“Yaksoke.” Aku berjanji akan membeikan apapun yang kau inginkan Ah Yeon.
Karena akulah segalanya yang aku inginkan.
-oOo-
There were days when I was just broken, you
know...
There were nights when I was
doubting myself
But you kept my heart from folding
It didn't matter how many times I got
knocked on the floor
You knew one day I would be standing tall
Just look at us now
-oOo-
*Still on Sungmin’s PoV*
Ku lihat wajah tirus milik gadisku yang begitu ku cintai. Kulihat matanya
yang tertup, ku harap akan segera terbuka lagi. Karena aku begitu berat
meninggalkannya pergi ke Paris. Tuhan aku takut sekali kehilangannya, ku mohon
jaga dia.
“Eomma, aku akan berangkat. Tolong jaga Ah Yeon hingga aku kembali, ne?”
pintaku pada eomma Ah Yeon.
“Oppa...” serunya pelan.
“Oppa...” serunya pelan.
“Apa kau tak mau berpamitan padaku?” lanjutnya lagi.
“Kau tadi sedang tidur pulas, jadi aku tak tega untuk membangunkanmu,
chagi. Mianhae.”
“Kau akan berangkat kan? Hati hati ya?”
“Kau juga jaga kesehatanmu ya? Jangan telat makan dan selalu patuh pada
orang tuamu ne?” Aku lalu mengecup bibirnya lama. Merasakan hembusan nafasnya,
bibirnya yang lembut membuatku ingin tetap berada disini. Kurasakan air matanya
mengalir pelan dipipinya.
“Kenapa kau menangis, chagi?” tanyaku penuh penasaran.
“Aku takut kita tak akan bertemu lagi, aku sangat takut oppa.”
“Kita pasti akan bertemu lagi. Aku percaya itu.” Aku juga sedikit takut.
Tapi aku hanya ingin mempercayai bahwa kita akan bersama lagi. Ku kecup lagi
bibir manisnya. Lama...
-oOo-
Aku memandangi miniatur Eiffel berwarna pink yang sangat di inginkan oleh
Ah Yeon. Senyumku mulai mengembang jika membayangkan Ah Yeon akan begitu senang
dengan hadiah yang aku bawakan. Tiba-tiba ku rasakan ponselku bergetar.
Chagiya is calling~
“Yeobosseyo?”
“Saengil chukkae oppaa.....” teriaknya dari seberang telepon.
“Ah, gomawoyo tapi disini masih jam 4 sore, chagi. Masih 8 jam lagi aku
berulangtahun disini. Eh, bukankan sekarang di Seoul adalah jam 12 malam?
Kenapa kau tidak istirahat Ah Yeon? Ini benar-benar dapat mengganggu
kesehatanmu kau tau?”
“Mianhae oppa. Tapi aku ingin melakukan hal baik untukmu untuk yang
terakhir.” Sesalnya. Tunggu! Untuk yang terakhir? Apa maksud dari perkataannya
ini?
“Maksudmu apa untuk yang terakhir?” tanyaku penuh selidik.
“Gwenchana, nanti aku akan menelponmu 8 jam lagi ne? Saranghae oppa.”
Pip—
Gadis ini, benar-benar membuatku khawatir. Apa yang di maksud dengan untuk
yang terakhir ? Argh, Lee Sungmin, berhentilah berfikiran yang aneh. Ah Yeon
pasti akan sembuh. Yakinlah !
“Hyung, Gwenchana?” Seseorang menepuk pelan pundakku. Ternyata Kyuhyun.
“Park Ah Yeon? Gwenchana, jangan khawatir. Dia akan baik-baik saja.
Percayalah.” Lanjutnya menyemangatiku. Walaupun ia adalah orang yang begitu
menyebalkan, tapi entah mengapa aku sangat menyayanginya, begitupun member yang
lain. Apa mungkin saja karena dia itu maknae? Nado molla~
Aku hanya membalasnya dengan senyuman.
“Hyung, latihan terakhir kita akan di mulai. Ja, setelah itu masih harus
fitting dan segala macam. Palliwa jika kau tak mau terlambat dan hyung yang
lain mengomel kepada kita.”
“Arasseo, kyu.” Sekarang mana yang hyung mana yang dongsaeng sih? Kok
Kyuhyun lebih mirip hyungku ketimbang dongsaengku kali ini?
-oOo-
Sudah jam 12 malam, kenapa Ah Yeon belum menelfon juga? Kenapa perasaanku
jadi berantakan seperti ini? Sebenarnya apa yang aku rasakan? Kenapa aku begitu
khawatir pada Ah Yeon?
Hyemi is Calling...
“Yeobosseyo”
“.......”
“Bicaralah pelan-pelan. Ada apa dengan Ah Yeon?”
“......”
“Koma? Kau pasti bercanda kan?”
“.......”
“Baik, aku akan segera ke korea saat ini juga.”
Pip—
Astaga, Ah Yeon. Kenapa jadi seperti ini? Kenapa harus hari ini? Kenapa
saat aku tak ada di sampingmu? Ah Yeon ku mohon kau harus kuat. Tunggu aku,
kumohon tunggulah aku sebentar saja.
Saat aku membuka pintu kamar hotel ternyata telah banyak orang yang akan
memberiku kejutan. Mereka kaget karena aku tiba-tiba saja keluar dengan wajah
kalut.
“Hyung, saengil chukkae!” teriak Kyuhyun yang heran dengan kelakuanku. Aku
hanya diam tak menanggapinya dan terus berlari. Tak peduli bagaimana
penampilanku saat ini. Aku hanya ingin menuju bandara dan segera terbang ke
Korea.
-oOo-
Sial, setelah berdebat lama dengan petugas aku terpaksa harus menunggu
keberangkatan ke korea sekitar tiga jam lagi. Aku benar-benar tak dapat
menunggu untuk waktu selama itu. Ku sandarkan punggungku pada tembok di
belakangku. Tak terasa air mata begitu saja jatuh di pelupuk mataku. Aku takut
ada apa-apa terjadi dengan Ah Yeon. Aku belum siap jika dia harus pergi.
-oOo-
Aku baru sampai di korea pada pukul 7 malam. Sesampainya disana aku
langsung menuju rumah sakit dimana Ah Yeon di rawat. Saat aku turun dan berlari
menuju kamar rawat Ah Yeon, semua orang terkejut akan kehadiranku. Beberapa
diantaranya bahkan sempat mengambil fotoku. Namun aku sama sekali tak
memperdulikannya, yang ku inginkan saat ini hanya Ah Yeon.
Aku begitu terkejut saat sampai di kamar rawat Ah Yeon yang ku temukan
hanyalah sebuah kamar rawat yang kosong. Kemana Ah Yeon? Aku ingin menghubungi
Hyemi tapi ponselku lowbat. Aku benar-benar panik kali ini. Hanya dengan
memeluk miniatur menara Eiffel berwarna pink inilah aku sedikit tenang.
Tanpa pikir panjang, aku langsung saja naik taksi menuju rumah Ah Yeon.
Ketakutanku semakin memuncak saat ada banyak orang dengan wajah kusut di rumah
Ah Yeon. Rasanya kakiku berat untuk melangkah masuk, hanya untuk sekedar
memastikan apa yang sedang terjadi. Aku sebenarnya sudah mengira bahwa inilah
yang terjadi, hanya saja aku tak ingin mempercayai kenyataan ini. Kenyataan
yang mengharuskanku merelakan gadisku satu-satunya pergi untuk selamanya.
Sedikitpun aku tak mau percaya.
“Aku tau ini berat bagimu oppa, tapi inilah kenyataannya. Kau harus
merelakan Ah Yeon. Mungkin dengan begini, ia sudah tak merasakan sakit lagi. Ku
mohon tabahlah oppa. Ini surat dari Ah Yeon untukmu.” Seru sebuah suara
mengelus punggungku dari belakang. Kim Hyemi. Kemudian aku memeluknya erat,
kutumpahkan segala tangisku. Kurasakan ia juga terisak dalam pelukanku. Ku
genggam erat surat dari Ah Yeon. Ku terlalu cepat, chagi.
Aku tak percaya hal ini benar-benar terjadi. Ah Yeon pergi untuk selamanya.
Dan tak akan pernah kulihat senyumnya lagi.
Maafkan aku karena pada saat terakhirmu aku tak ada di sampingmu. Maafkan
aku karena tak dapat menolongmu dari rasa sakit itu hingga akhirnya kau pergi
meninggalkanku. Maafkan aku karena tak dapat mmenjadi namja yang baik untumu.
Sudahkah rasa sakit itu hilang Ah Yeon? Tersenyumlah untukku. Semoga kau
bahagia disana. Aku mencintaimu~
Like dust, will
those memories change and leave?
I’ll keep smiling to ease my heart.
I’ll keep smiling to ease my heart.
The End...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar