widget

Everytime I had the Inspirations on Everywhere and from Everyone

Minggu, 23 Februari 2014

[fanfiction: Cho kyuhyun] I hate with 'Us', especially with you!

Ratih Eka Aprillia, proudly present...

I hate with ‘Us’, especially you!
©2014

Oh gosh, aku benar-benar menyesal menyaksikan musikal Kyuhyun kali ini. Bagaimana tidak, Kyuhyun berpasangan dengan idol yang banyak digosipkan berkencan dengannya, Seo Johyun. Pantas saja bocah ini tak pernah bercerita bahkan sampai membujukku untuk datang ke musikalnya. Paling-paling dia hanya berkata “Oh, latihan tadi sangat melelahkan. Aku ingin musikal ini segera selesai.” Atau “Uhm, aku lelah latihan terus.” Tapi, jika kutanya bagaimana musikalnya, dia pasti akan menjawab “Musikalku sangat membosankan, kuharap kau tak datang karena kau pasti akan mati bosan melihatnya.” Dan bodohnya aku karena tidak bertanya ‘mengapa kau mengambil perannya jika musikal itu membosankan?’ yang ada aku hanya diam dan menganguk tanda mengerti.
Aku yang awalnya datang untuk sekedar memberi kejutan pada Kyuhyun malah merasa sangat marah karena Kyuhyun tak pernah memberitahuku. Kau siap untuk mati rupanya, Kyu?
Musikal ini bukan hanya membosankan, tapi sangat memuakkan. Jujur saja jalan ceritanya memang bagus, hanya saja semua menjadi berubah saat tersadar bahwa Kyuhyun dan Seohyun menjadi pasangan yang saling mencintai hingga akhir.
Tubuhku serasa menegang melihat banyak adegan romantis diantara mereka. Bunga yang sedari tadi ada di pangkuanku kini mulai layu karena terlalu sering kuremas-remas menahan amarah yang mungkin akan meluap jika Kyuhyun melakukan adegan yang lebih ‘ekstrim’ lagi dengan Seohyun.
Apa bocah tengik itu masih tak menyadari kehadiranku? Padahal aku duduk di bangku VIP yang notabanenya ada di barisan depan. Apa mungkin aku terlalu kecil sehingga aku tak kelihatan dari atas panggung? Apa mungkin karena posisi kursiku hampir di pojokan sehingga Kyuhyun tak melihatku? Atau karena dia terlalu asyik dengan perannya sehingga tak menyadari bahwa aku sedang menahan emosi melihatnya di atas panggung bersama Seohyun ? Cho Kyuhyun... kau benar-benar ingin membuatku gila ya?
Dan Oh... adegan terakhir ini...

Cho Kyuhyun...

Aku mati rasa, tubuhku menegang dan aku tak dapat merasakan pijakan kakiku lagi. Bahkan tanganku terlalu lemas untuk sekedar meremas bungaku lagi. Aku lupa caraku bernafas untuk sesaat. Hingga aku sadar bahwa adegan itu telah berakhir, adegan yang terjadi hampir benar-benar di depan kursiku. Air mataku luluh saat sepasang mata itu menatapku dengan ekspresi kaget untuk sesaat hingga mata kami dipisahkan oleh tirai pertunjukan yang digelar, menandakan bahwa Drama musikal kini telah berakhir.
Seperti aku yang kini telah berakhir. Aku hancur, benar-benar hancur.

Aku masih terduduk di kursiku saat semua yang lain telah pergi meninggalkan kursinya. Aku tak memiliki kekuatan untuk berdiri, bahkan hanya untuk mengusap air mata yang semakin lama semakin deras. Tubuhku bergetar dan aku masih tak dapat menghilangkan adegan itu di pikiranku. Itu semua terus saja berputar dalam memoriku.
Aku mencoba berdiri dan berjalan meski harus tertatih dan berkali-kali hampir terjatuh. Aku menghapus air mataku yang sedari tadi tak sedetikpun mau berhenti mengalir. Aku tak peduli lagi dengan bunga untuk Kyuhyun yang kini telah tergeletak entah dimana. Aku tak peduli lagi dengan Kyuhyun.

Aku segera mencari taksi menuju apartemenku. Aku ingin menangis sekeras-kerasnya tanpa ada seorangpun yang tau. Aku ingin melepaskan rasa sakit ini. Aku benci dengan hubungan antara aku dan Kyuhyun. Semua memang salah dari awal. Aku dan Kyuhyun seharusnya memang tak bersama sejak awal.
Sesampai di lobi apartemen aku melihat seseorang yang begitu familier buatku. Lee Donghae menungguku dengan mimik wajah khawatir.

“Hey, kenapa wajahmu sekusut itu? Kau darimana?” Aku tau dia hanya berpura-pura tidak tau aku darimana.
Aku hanya menatap wajahnya sebentar lalu kembali melanjutkan langkahku menuju apartemenku tanpa menjawab pertanyaan darinya. Ia mengikutiku dari belakang tanpa berkata apapun. Saat akan masuk lift, tiba-tiba saja keseimbanganku hilang dan untung saja ada Donghae oppa yang berhasil menahanku agar tak terjatuh.

“Gwenchananeyo?”
“Gwenchana. Gomawo, oppa.” Aku segera melepaskan diri dari tangannya dan segera masuk lift. Dia mengikutiku naik lift. Entah apa yang akan dia perbuat, kelakuannya kini bisa saja ketahuan oleh netizen dan bisa-bisa besok akan beredar gosip tentang kedekatanku dengan Donghae oppa. Tapi aku benar-benar tak memperdulikan itu. Aku sudah tak peduli dengan hidupku.

“Kau sebaiknya pulang ke rumah orangtuamu saja, kau sedang tak baik-baik saja. Ayo kuantar kau pergi”
“Ini sudah malam, tak mungkin jika akan pergi ke Mokpo, oppa.”
“Tak peduli kapan akan sampai, yang penting kau sampai di mokpo. Aku ingin kau pulang dan melupakan masalahmu untuk sejenak. Kau bisa bermanja dengan eommamu dan pergi memancing dengan appamu. Meski mereka berdua adalah pengusaha yang sibuk, aku yakin mereka akan meluangkan banyak waktu jika melihat anak gadisnya seperti ini.”
Dia segera memencet tombol lift menuju lobi untuk mengantarku ke Mokpo sekarang juga. Aku hanya pasrah mengikutinya. Sesampai di mobil dia segera memakai masker dan kacamata hitamnya. Sebenarnya berkendara seperti itu di Seoul adalah sesuatu yang berbahaya, apalagi saat malam hari. Tapi akupun tak peduli jika terjadi kecelakaan saat ini juga.

Kami berdua masih dalam keadaan hening hingga perbatasan kota Seoul. Donghae oppa melepas masker dan kacamatanya. Sehingga memperlihatkan sepasang mata yang sangat mendamaikan hati, tapi tak cukup untuk menenangkan hatiku saat ini.

“Ah, akhirnya aku dapat melepasnya. Berkendara seperti itu membuatku was-was. Setelah keluar dari Seoul, rasanya berbeda sekali. Jalanannya tak seramai Seoul ya? Jadi aku tak perlu khawatir akan dikenali.”
Aku hanya diam dan masih saja memandang keluar kaca mobil tanpa menanggapi ucapannya barusan. Dia benar, ini semua telah berbeda dengan Seoul. Tak ada lagi Kyuhyun di sini.

“Hey, kau tak sadar saat tadi kau hampir terjatuh di depan lift, kau menjatuhkan ponselmu.” Aku menoleh saat ia mengulurkan ponsel kepadaku.
“Ponsel itu bergetar berkali-kali. Hanya saja aku tak memiliki hak untuk melihatnya. Selain itu, ponselmu disandi kan?”
Aku mengangguk pelan dan mencoba memasukkan rangkaian sandi yang telah kubuat sendiri. Hari dimana seseorang yang begitu berarti untukku dilahirkan. Ulang tahun Cho Kyuhyun.

            You have 79 Missed Call and 31 New text message.
Dan kau tau, semua dari nama yang sama Uri chagiya~. Cho Kyuhyun

            Eodisso?
            Han Eunrim, Eodisso?
            Eunrim, kumohon angkat teleponku. Aku bisa gila jika tak menemukanmu saat ini juga
            Eunrim-ah, aku bisa mati jika kau seperti ini

Aku tak sanggup lagi membaca pesan yang lain darinya, segera aku menghapus semua pesan darinya. Air mataku mengalir lagi.
“Kau baik-baik saja?”
“Bagaimana aku bisa baik-baik saja jika aku melihat kekasihku berciuman dengan gadis lain di depan mataku sendiri.”
“Aku tau.”
“Kau tidak tau. Kau tidak tau seberapa hancurnya aku.”
Donghae oppa lalu menepikan mobilnya lalu memelukku erat. Aku tak memberontak. Memang ini yang aku butuhkan, sebuah sandaran untuk menangis. Aku hanya terus menangis dalam pelukan hangatnya hingga aku merasa bahwa aku mulai terlelap dalam pelukannya.

***
Aku terbangun saat jam menunjukkan pukul 10 pagi. Astaga, berapa lama aku tertidur? Aku menemukan secarik kertas di samping jam bekerku. Dari Donghae oppa.

            Hey, jam berapa saat kau bangun? Kau lelap sekali tidurnya.
Menggendongmu dari turun mobil hingga kamarmu benar-benar sangat melelahkan. Ingat, kau berhutang padaku Han Eunrim-ssi. Badanku remuk semua setelah menggendongmu. Sepertinya kau perlu mengikuti program diet. Hahaha~
Aku hanya bercanda. Semoga kau baik-baik saja disana dan cepat sembuh dari lukamu itu. Aku akan merahasiakan kepulanganmu ke Mokpo dari semua orang, aku janji. Semoga kau dapat memutuskan apa yang akan kau lakukan setelah ini. Jangan pernah kembali ke Seoul jika kau masih menangis, aku benci melihatmu seperti itu. Aku juga sakit melihatmu sakit Eunrim-ah. Oppa mu yang paling tampan ini menyayangimu.

Aku tersenyum membaca suratnya itu. Aku jadi mengingat saat-saat dimana aku sering bermain dengan Donghae oppa saat masih kecil. Dia memang sangat membenci saat dimana aku menangis. Dan dia sangaattt narsis. Walau masih kalah dengan... Kyuhyun.
Mengingatnya membuat dadaku sesak lagi. Tapi aku berusaha menahan tangisku dan segera turun ke lantai bawah. Dan apa yang kulihat adalah sesuatu yang sangat jarang kulihat.
Eomma dan Appa berdua menonton televisi. Mereka terlihat begitu mesra. Senyumku mengembang seketika.

“Uri eomma, appa...” mereka menoleh dan langsung berdiri menyambutku yang berlari ke dalam pelukan hangat mereka.
Pelukan yang telah lama tak kurasakan.

“Kami rindu sekali dengan anak gadis kami yang satu ini. Kau tidak lapar Eunrim-ah?” tanya eomma tanpa melepaskan pelukannya sedikitpun.
“Eomma, Donghae oppa pulang jam berapa?”
“Dia pulang pagi-pagi sekali, mungkin sekitar pukul setengah tujuh. Katanya dia masih ada keperluan lain. Dia tadi sempat ke kamarmu, tapi kau masih terlalu lelap katanya. Eomma sudah menyiapkan sarapan untukmu, jjangmyeon kesukaanmu. Ja kita makan.”
Aku kembali mengingat Kyuhyun saat eomma menyebutkan nama makanan kesukaanku. Kyuhyun juga sangat menyukainya. Semua memori tentangnya lagi-lagi berputar dalam kepalaku. Termasuk ciuman itu. Ciumannya dengan gadis lain di depan mataku. Tubuhku mulai menegang menahan tangis. Aku benar-benar tak mau merusak suasana hanya karena aku ingin menangisi bocah tengik yang telah membuatku hancur itu.

“Eomma, aku sedang ingin samgyentang. Bisakah kau masakkan untukku selagi aku mandi? Sepertinya cuaca hari ini cukup panas.”
“Tentu saja, apa yang tidak untuk anak gadis eomma ini?”

***
Aku terduduk di pinggir pantai yang tak jauh dari kompleks rumahku. Untuk beberapa hari ini aku sedikit merasa tenang bersama kedua orangtuaku. Donghae oppa benar, mereka benar-benar absen dari pekerjaannya sejak aku datang ke Mokpo. Ternyata Donghae oppa telah memberitahu tentang masalahku pada appa dan eomma. Untungnya mereka tidak ingin ikut campur sehingga mereka menyerahkan segala keputusan padaku.

Sebenarnya aku sedikit tersiksa beberapa hari ini. Dulu tak seharipun kulewatkan tanpa memandang wajahnya, tanpa mendengar suara Bass  yang sangat merdu dan menyejukkan hatiku, tanpa kecupan dan pelukan hangat darinya. Tanpa kalimat ‘Aku mencintaimu dan besok akan lebih dari hari ini’ yang selalu menjadi pengantar tidurku.

Aku sadar bahwa aku sangat merindukannya. Merindukan Cho Kyuhyun milikku.
Aku memang sering bertengkar dengannya hanya saja tak pernah separah ini. Selalu berakhir dengan pelukan darinya sebelum aku memasuki pintu apartementku. Aku memang juga sering berpisah dengannya jika dia memiliki jadwal ke luar negri, namun aku masih dapat mendengar suaranya dari telepon. Ini adalah sebuah rasa rindu yang berbeda. Rasa rindu yang menggores hatiku.

Aku memutar-mutarkan ponsel ditanganku yang sejak berada di Mokpo tak pernah ku aktifkan. Aku menghidupkan ponsel yang sengaja tak kuaktifkan agar Kyuhyun tak menghubungiku. Tapi entah mengapa aku ingin mengetahui apa Kyuhyun masih mencariku setelah hampir dua minggu.

            You have 64 voicemail and 98 new text message

Hampir semuanya dari Kyuhyun. Tapi ada juga dari yang lain. Aku jadi merasa bersalah karena membuat banyak orang khawatir. Iseng, aku membuka voicemail dari sungmin oppa.

“Eunrim-ah, dimana kau saat ini? Kyuhyun sangat gila karena mencarimu ke mana-mana. Dia sangat kacau jika saja kau tau. Kau dimana? Kami semua mengkhawatirkanmu. Apalagi Kyuhyun. Jawab pesanku sesegera mungkin dan berita dimana kau sekarang.”

Tanganku tiba-tiba bergetar setelah mendengar voicemail dari Sungmin oppa. Tapi aku masih ingin mendengar kabar Kyuhyun dari yang lainnya. Aku... jujur saja aku sangat menghawatirkannya.

“Eunrim-ah, Kyuhyun sakit saat ini. Itu karena dia terlalu sibuk mencarimu. Dia tak sekalipun mau makan walau kami membujuknya dengan cara apapun. Jika ada waktu luang, dia akan langsung pergi mencarimu dan pulang sangat larut dengan wajah yang sangat berantakan. Dia bahkan sampai kami paksa untuk istirahat di dorm karena kondisinya yang semakin buruk. Kami bahkan terpaksa menguncinya dari luar agar dia tak pergi mencarimu untuk hari itu saja. Kumohon, ini sudah 5 hari Kyuhyun seperti ini. Kembalilah untuk sekedar melihat keadaan Kyuhyun.”

Pesan dari Leeteuk oppa semakin menambah rasa khawatirku. Aku ingin bertemu dengan Kyuhyun, tapi rasa sakit ini masih menghalangiku. Kupandangi fotoku dengan Kyuhyun yang kujadikan wallpaper dengan senyum miris. Aku benar-benar bingung dengan apa yang harus kulakukan saat ini.

            Uri chagiya~ is calling

Lamunanku buyar saat ponsel ditanganku bergetar menampakkan sebuah nomor yang sangat familiar bagiku. Aku ragu-ragu untuk mengangkatnya atau tidak. Lama ponsel itu bergetar hingga kuputuskan untuk mengangkatnya.

“Yaa! Kau ingin membuatku gila setelah hampir dua minggu tak memberiku kabar sedikitpun? Aku merindukanmu Eunrim-ah. Apa kau ingin aku mati?” suara ini, suara yang paling kurindukan saat ini. Suara ini kembali memenuhi telingaku.

“Aku sangat lega akhirnya aku dapat memandangmu lagi. Jangan pernah lagi kau jauh dariku. Atau aku akan mati.” Memandangku? Artinya Kyuhyun sedang ada didekatku saat ini?
Aku mengedarkan pandangan kesekelilingku mencoba mencari sosok yang selalu memenuhi otakku menjelang tidur. Dan aku akhirnya menemukannya. Pandangan kami bertemu. Ia jauh lebih kurus dari sebelumnya. Kantung mata terlihat sekali di kulitnya yang terlihat lebih pucat. Aku tak melihat pipi chubbynya lagi. Dia memang benar-benar... sangat berantakan.

Aku berdiri tanpa sedikitpun melepas mataku darinya. Tubuhku seketika menegang dan air mataku kembali mencoba keluar. Rasa sakit ini kembali merasuk ke dalam hatiku.
Ia mendekat padaku, mencoba memelukku tapi aku segera menjauhkan tubuhku darinya.

“Eunrim-ah. Apa kau masih marah? Aku benar-benar minta maaf. Aku hanya...”
“Berhenti ! Kita sudah berakhir Kyuhyun. Apa kau tak menyadarinya?”
“Tidak, kita masih satu. Kau dan aku belum berakhir dan tak akan berakhir.”
“Kita seharusnya tak pernah berhubungan seperti ini. Seharusnya aku tak pernah menjadi kekasihmu. Ini semua sudah salah dari awal, Kyu.”
“Tidak. Eunrim dengar! Aku hanya mencintaimu dan hanya kaulah yang pantas untukku. Semua ini  adalah takdir kita. Kau adalah takdirku.”
“Tapi aku sudah terlanjur sakit, Kyu. Aku benci dengan kita, aku benci dengan kenyataan tentang kita. Aku hanya seorang gadis biasa sedangkan kau adalah superstar.”
“Eunrim, ku mohon maafkan aku. Aku tau yang kulakukan adalah sebuah kesalahan besar, tapi aku benar-benar minta maaf.”
“Bagaimana caranya aku memaafkanmu disaat kau telah mencium gadis lain di depan banyak publik dan sekaligus di depan mataku? Aku sakit, Kyu. Aku benar-benar membencimu. Dan segala tentang kita. Kenapa kau tak pernah memberitahuku tentang musikalmu yang sebenarnya. Jika saja kau tak dapat menolak tawaran musikal itu, setidaknya aku tau bahwa aku tak harus datang. Dan aku bisa bersiap untuk merasakan sakit karena gosip para netizen. Jika saja kau memberitahuku sejak awal, aku tak akan sesakit ini, Kyu.”
“Maaf, aku hanya takut membuatu teruka jika aku mengatakannya. Dan selain itu, aku tak punya pilihan lain selain menerimanya walau aku telah mencoba berbagai cara untuk menolaknya.”
“Tapi, Kyu...” ucapanku terhenti saat menyadari cairan merah keluar dari hidung Kyuhyun. Aku refleks mendekat padanya.
“Gwenchana? Kau berdarah.” Aku mengambil sapu tangan di saku jeansku dan mencoba mengelap darah yang keluar dari hidungnya. Tapi tangan besar Kyuhyun menahanku, ia lantas menciumku dengan lembut.
Awalnya aku ingin memberontak tapi entah tubuhku tak menginginkannya. Aku malah sangat menikmatinya. Tak peduli dengan darah Kyuhyun yang mulai mengalir di bibirku, Kyuhyun malah memperdalam ciuman kami.Tangan Kyuhyun yang semula berada di tengkukku kini mulai merambat menuju pinggangku yang semakin menipiskan jarak di antara kita. Saat kesadaranku mulai pulih, saat itulah aku juga sadar bahwa badan Kyuhyun panas melebihi batas. Aku segera melepaskan ciumannya dan mengelap darah di  bawah bibirku.

“Kau sakit, Kyu. Badanmu panas sekali.”
Kyuhyun tak sedikitpun menghiraukan nada khawatirku. Dia hanya tersenyum dan mengelap darah yang keluar dari hidungnya dengan tangannya. Kulihat sorot matanya semakin redup hanya saja ada kebahagiaan disana.
“Kau tau? Aku hampir mati dan mungkin besok aku akan mati jika hari ini aku tak menemukanmu.”

Ia kembali merapatkan tubuhku ke dada bidangnya dan mulai menciumku lagi. Hanya saja tak lama setelah itu tubuhnya limbung dan ia tak dapat menyeimbangkan badannya lagi. Ia terjatuh dalam pelukanku dalam keadaan tak sadarkan diri lagi.
“Kyu... kyu...” aku mencoba menahan berat tubuhnya hanya saja aku tak sanggup. Aku jatuh terduduk dengan Kyuhyun masih kupeluk erat. Aku mencoba meraih ponselku yang jatuh saat Kyuhyun pingsan.
“Appa... Tolong, kumohon. Aku ada di pantai bersama Kyuhyun, dan dia...”

***
“Kyuhyun-ssi mengalami komplikasi ringan karena terlalu lelah dan sangat jarang makan. Sepertinya dia juga mengalami depresi ringan. Dia hanya butuh istirahat.” Kata Dokter setelah menangani Kyuhyun.
“Terima kasih, Dok. Saya mohon rahasiakan tentang Kyuhyun kepada siapapun.” Pinta appaku pada dokter yang kliniknya tak jauh dari pantai tempat dimana Kyuhyun pingsan.
“Tentu saja, tuan Han. Kami akan merahasiakannya.”
“Eomma, aku takut. Aku sangat khawatir pada Kyuhyun.” Aku menangis dan memeluk eomma yang sedari tadi membantu menahan tubuhku yang mulai lemas karena cemas. Aku takut sesuatu terjadi pada Kyuhyun. Aku tak akan memaafkan diriku sendiri jika hal mengerikan terjadi padanya.
“Masuklah, yang dia butuh hanya dirimu saat ini.” Bisik eomma sambil mengelus pelan rambutku.
Saat aku masuk, semakin memperparah rasa sakitku. Aku benar-benar menyesal telah pergi darinya jika pada akhirnya dia akan seperti ini. Karenaku.

“One Time I saw you hurt me, and today I saw you hurt because of me. I’m sorry I can’t be best for you, I’m sorry to make you here, lie in a bed that I never want it. I just want to erase my pain with going away from your side, but that exactly makes me afraid to losing you. I’m sorry, Kyu. I don’t mean it. I’m sorry. Really sorry.”

Kukira setelah aku mengungkapkan penyesalanku, dia akan bangun. Seperti yang banyak terjadi pada adegan drama tv. Tapi aku salah, aku masih melihatnya tertidur pulas dengan nafas yang mulai teratur. Diam-diam aku sangat merindukan ocehannya saat aku sama sekali tak mau beranjak dari kasurku.

“Haruskah aku mengomel agar kau mau bangun, Kyu? Menjadi sangat sehat seperti terakhir kali kita bersama. Kau tak boleh sakit karena aku sangat benci melihat wajahmu pucat dan kurus kering seperti ini. Hey, aku baru sadar. Berapa lama aku pergi darimu sampai kau bisa sekurus ini? Kau tidak makan setahun ya? Mana pipimu yang selalu membuatku gemas itu? Haruskah aku memompanya agar bisa seperti semula.”

Kyuhyun hanya diam tak menjawabku, hanya saja aku sadar jika air mukanya mulai berubah. Sebelum dia pingsan, terlihat jelas guratan-guratan wajahnya yang menandakan ia begitu lelah. Tapi kali ini beda, aku melihatnya tertidur dengan tenang dan begitu lelap. Ada sedikit perasaan menggelitik dalam tubuhku melihat Kyuhyun seperti ini. Dia begitu... polos. Walau umurnya sudah menginjak 26 tahun, tapi dia tetaplah Kyuhyunku yang polos, malaikat kecilku. It’s The real Fact of Kyuhyun. Meski banyak orang menganggapnya sebagai seorang namja yang super evil, tapi kenyataan itu tak beraku padaku. Kyuhyun dimataku hanyalah serang namja polos yang begitu mencintaiku dengan segala yang aku punya. Walaupun banyak kejahilan-kejahilan kecil yang ia lakukan terhadapku, tapi dia masih malaikatku. Aku tau dan akan selalu tau, dia adalah malaikatku. Entah berapa juta orang di luar sana yang menganggap Kyuhyun adalah laki-laki labil dan tak tau sopan santun, percayalah dia tak seperti apa yang mereka pikirkan.


He’s an Idol. Big Idol all around The World. Many fact of him are fake. Altought His fans trying to know Kyuhyun deeper, trust me. Just me who know Kyuhyun further. I know when he try to fight back his tears because the fuckin’ Netizen. I know when he try to do best altought he’s really down. I know all about him, but one. I don’t know how much he loves me. Because his love so deep for me, so I can’t measured it. I just now that he love me so much. And this makes me realized, without he explain the problem before that makes me hurt, he just love me and that’s just a profesionallity as a actor. I know why he not telling me about his musical, he just won’t hurt me. I’m sorry, and I regret my last choice to leave you. Cho Kyuhyun, I hate with us, especially with you. But you hold me on, so I can feel that I love you, and I can be grateful because our destiny. We come to be one. Cho Kyuhyun, listen ! I love our destiny, especially you. I’m so being lucky because I have you. You’re the one and only. Cho Kyuhyun… neomu neomu neomu saranghanda.

Selasa, 04 Februari 2014

‘Aku berharap dapat membunuh waktu, sehingga kita tetap dalam keadaan seperti ini selamanya. Berdua, hanya ada kau dan aku.’
The Finest Farewell
Cho Jino | Kim Nara
This Fanfiction is dedicate to my lovely brother, RNA
I just want to say I love you!


Ku tatap punggung yang makin lama makin menjauh itu. Ada sebuah rasa sesak di dadaku.
“Berjanjilah untuk terus menjaga kesehatanmu dan pola makanmu. Aku tak mau kau sakit. Berjanjilah kau akan jadi yang terbaik untukku.” Gumamku pada diriku sendiri.
Jika kau ingin merasakan apa yang kurasa, anggap saja apa yang telah terjadi padaku ini adalah hal yang terjadi padamu juga. Dan kuharap… Siapapun yang telah membaca ini tak akan pernah menyesal.
-oOo-
“Besok kau akan datang kemari?”
“Tentu saja oppa, aku ingin sekali melihat pertandingannya.”
“Ah, baiklah. Sudah malam, kau cepat tidurlah. Selamat bertemu besok. Jaljayo~”
“Neo ddo oppa~”
Pip---
Ahh, lega rasanya mendengar suaranya malam ini. Kau tau siapa tadi yang menelpon? Dia adala oppaku. Bukan oppa kandung sih. Awalnya kami hanyalah sebatas teman, namun waktu terus membuat hubungan kita jauh lebih dekat dari yang dulu. Dan akhirnya kita menjadi sepasang kakak-adik. Hanya saja, perhatiannya terlalu berlebih jika untuk seorang adik. Finally, akupun terlanjur merasakan perasaan yang tak sewajarnya. Karena dia telah memiliki yeojachingu. Jujur saja, kisah cintaku yang satu ini bisa di bilang cukup rumit. Sampai-sampai akupun tak mengerti bagaimana jalan kisah cintaku ini. Ini bukanlah suatu pertanda baik.
Karena suatu alasan yang jika ku jelaskan kau tak akan mengerti, lusa ia akan berangkat ke mokpo untuk sekitar 3-4 bulan. Dan kau tau faktanya? Mokpo jauh dari Seoul. So, untuk beberapa bulan ke depan aku harus tahan tanpanya.
Baiklah, aku yakin jika saat ini kau bingung dengan apapun yang telah aku katakan sebelumnya. Jadi akan ku jelaskan satu persatu.
Namaku Kim Nara. Aku adalah seorang siswi kelas 1 di salah satu SMA yang kupikir cukup terkenal di Seoul. Dan kau tau? Dalam tulisanku ini aku hanya akan mengisahkah diriku dan seorang namja yang ku sebut oppa tadi. Namanya Cho Jino, satu tingkat di atasku. Menurutku dia bukanlah namja tampan, hanya saja tak jelek. Yah, ukuran rata-rata lah. Atau bisa di bilang lumayan.
Sebenarnya aku malas mengatakan hal ini, tapi mau bagaimana lagi ? Dia telah memiliki yeojachingu. Namanya Park Taeyon. Aku tidak terlalu mengerti dan memang tidak ingin mengerti tentangnya. Sudah lah, jangan bahas yeojachingunya itu.
“Sebenarnya aku sama sekali tak ingin melihat pertandingannya, hanya saja aku ingin besok seharian bersamamu karna itu waktu terakhir kita bukan ?” hanya bergumam untuk diriku sendiri.
-oOo-
“Akhirnya kita sampai, aku sudah tak sabar untuk masuk.” Ucapku pada teman-teman yang datang bersamaku.
“Tentu saja, ayo kita masuk.” Sahut salah seorang dari temanku.
Drrtt… ada pesan masuk
            From   : Zinc
            Subject             : Kau jadi kemari ?
Jadi dia belum melihatku? Jelas-jelas aku sekarang duduk di hadapannya. Meskipun jauh, setidaknya ia masih dapat melihat dan meyadari keberadaanku. Huhh…
            To       : Zinc
            Subject : Tentu saja. Kau pikir yang sedang ada di hadapanmu memakai baju merah itu siapa?
Ku lihat ia mulai celingak celinguk. Kurasa, dia mencariku. Saat ia menghadap ke arahku, aku langsung melambaikan tanganku padanya.
            From    : Zinc
            Subject : Nanti kita pulang sama-sama ya?
Ku lihat dia tersenyum dari ke jauhan. Ia melambaikan tangan kepadaku sebagai tanda untukku agar aku segera ketempatnya sekarang juga.
            To       : Zinc
            Subject : Tentu saja ! Kau pikir aku akan pulang dengan siapa jika tak bersamamu?
                          Kenapa kau menyuruhku untuk datang ke tempatmu? Apa kau sedang merindukanku ?
                          Hehehe ^^v
Aku agak ragu-ragu saat menekan tombol send. Tapi tak apalah, untuk hari ini saja.
            From    : Zinc
            Subject : Oh ayolah. Baiklah aku memang merindukanmu. Sekarang kemarilah. Bukankah hari ini                            kita terakhir bertemu ?
Yah, kau memang benar oppa. Ini untuk yang terakhir. Tak apakan aku memanjakannya sedikit di hari terakhir kita? Segera aku melangkahkan kakiku menuju tempatnya. Namun aku tak lupa untuk berpamitan dahulu kepada chingudeul-ku.
-oOo-
“Hai oppa. Kau puas sekarang?” sapaku saat aku telah ada di hadapannya. Oh tidak, dia tersenyum. Senyum yang akan sangat ku rindukan nantinya. Sebenarnya aku agak takut berpisah dengannya walau hanya dalam waktu beberapa bulan. Aku takut aku tak sanggup. Karena tanpanya, waktuku serasa berjalan begitu lambat dan membosankan. Karena aku telah terbiasa berada dalam bayang-bayangnya.
Di sampingnya juga duduk serang namja yang aku kenal. Lee Baekhyun. Sahabat Jino oppa. Ia juga tersenyum menyapaku.
“Karena tak ada kursi kosong lagi, sini duduklah denganku.” Dia menggeser sedikit posisi duduknya menyuruh aku duduk di sampingnya. Aku menampakkan wajah enggan. Hanya saja sebenarnya hati kecilku bersorak gembira. Aku duduk satu kursi dengannya! Bagaimana aku tak senang? Munafik bukan?
“Naa~ bantu aku dong! Atau kau mau menggantikanku? Aku akan berkemas karena sebentar lagi aku pulang. Kau jadi pulang bersamaku kan? Aku akan pulang bersama dengan Baekhyun.”tanyanya menawariku sebuah pekerjaan. Sebenarnya sih aku mau. Tapi aku kemarikan untuk menemaninya, bukan menggantikannya.
“Andwae, aku tak mau. Aku tak mengerti bagaimana cara kerjanya oppa. Lagian aku tak mau pulang besok, aku tak bersiap-siap tadi. Bukankah aku telah bilang padamu bahwa aku pulang bersamamu?” aku menolak permintaannya. Maaf ya oppa.
Oh iya, kau pasti bingung dengan apa yang ku bicarakan. Begini... Jino oppa, Baekhyun oppa, dan beberapa chingu-ku di sini menjadi panitia untuk perlombaan Tae kwondo tingkat propinsi. Sebenarnya aku juga di rekrut menjadi panitia. Sialnya, karena ada suatu halangan yang aku sangat benci sekali untuk menceritakannya, aku harus di gantikan di hari keberangkatan. Aku benar-benar menyesal tak ikut menjadi pantia. Tiga hari bersama, cukup bukan untuk waktu perpisahan? Dan aku tak mendapatkannya.
“Ya sudah, nanti saja aku berkemas saat jam istirahat.” Dia tersenyum lagi padaku. Baiklah, sekarang ku rasakan dia memanjakanku hari ini. Ah tidak, setiap hari dia memang memanjakanku. Tapi kurasa hari ini lebih dari hari sebelumnya.
“Setelah ini kau pasti akan merindukanku Naa~” bisiknya pelan di telingaku. Oh, sudahlah. Itu semua memang benar, tapi jangan kau ungkit lagi.
“Ani, mungkin saja kau yang akan merindukanku.” Ucapku bohong.
“Memang.” Gumamnya pelan. Aku pura-pura tak dengar saja. Ku rasakan pipiku mulai memanas.
Hening, kami bertiga-dengan Baekhyun oppa- diam dengan pikiran masing-masing. Ku pikir mereka berdua lelah.
“Baiklah semuanya istirahat ! Para official dan wasit diharap menuju ke tempat makan untuk makan bersama. Pertandingan akan di mulai satu jam kedepan” Ucap salah seorang panitia.
Jino oppa dan Baekhyun oppa langsung pergi begitu saja. Hey, apa kalian melupakanku. Setidaknya pamitlah atau apa. Mengesalkan!
-oOo-
Pertandingan di mulai lagi. Kulihat dia sudah kembali ke posisinya. Tapi ia tak bertugas, melainkan mengawasi dua orang yang mungkin akan menggantikannya dengan Bekhyun oppa. Ahh, hari ini akan segera berakhir.
Drrtt...
Drrtt...
Sudah kesekian kalinya ponselku bergetar, namun tetap saja tak ku hiraukan. Aku sedikit gugup karena sebentar lagi chingu ku yang akan tanding.
“Na-ya, Jino oppa memanggilmu.” Salah seorang chingu-ku mengagetkanku.
Ku lihat dia melambaikan tangannya dan dia telah berkemas, siap untuk pulang. Kenapa cepat sekali? Huh
Lalu akhirnya ku cek ponselku.
            From    ; Zinc
            Subject : Kau jadi pulang denganku?
Kenapa dia selalu bertanya berkali-kali?
            To       : Zinc
            Subject : Tentu saja ! Tapi tunggulah hingga Myungsoo dan Jiya bertanding oppa. Jeballl
Baiklah, alasanku kesini bukan hanya untuk bertemu dengan Jino oppa. Aku kemari juga untuk melihat penampilan mereka saat tanding.
            From    : Zinc
            Subject : Baiklah
-oOo-
Myungsoo dan Jiya sama-sama masuk semi final, aku sebenarnya masih ingin menyaksikannya. Tapi, aku juga harus pulang dengan Jino oppa. Jino oppa menghampiriku.
“Ja, kita pulang.” Ajaknya.
Setelah aku berpamitan pada semua temanku, akupun pergi menyusulnya.
Kita bertiga harus naik tiga kali angkutan. Dua angkutan lokal dan satu bis. Perjalanan yang melelahkan. Tapi tak apalah, toh aku sekarang bersama dengan Jino oppa.
Di angkutan pertama, Jino oppa terus menggodaku. Dia menunjukkan pesanku yang tadi dan mencibirku.
“Lihat, tadi ada orang yang mengirmiku sms seperti ini.” Katanya sambil menunjukkan sms itu.
            From    : Park Nara
            Subject : Tentu saja ! Kau pikir aku akan pulang dengan siapa jika tak bersamamu?
                          Kenapa kau menyuruhku untuk datang ke tempatmu? Apa kau sedang merindukanku ?
                          Hehehe ^^v
Aku hanya mengercutkan bibirku. Dia menyebalkan sekali.
“Tapi itu benarkan?” sanggahku kesal.
“Memang. Tapi, mungkin saja kau juga merindukanku.” Sial ! Tepat sasaran. Aku hanya tersenyum menahan malu. Sial ! Aku kena lagi. Ku mohon hentikan, aku sudah tak tahan lagii !
“Iya kan? Benarkan?” godanya lagi. Namun aku hanya tersenyum malu dan sama sekali tak ingin menatap wajahnya.
“Sudahlah, berhenti menggodaku.”
-oOo-
“Kau tau kan jalannya?” tanyanya padaku. Kami sudah berada di angkutan lokal kedua.
“Tentu saja, tadi aku juga melewti jalan ini juga.”
“Baiklah, aku lelah. Aku ingin tidur sebentar.” Katanya padaku.
Aku hanya diam tk menanggapi perkataannya. Ia telah berhenti mengoceh, ku pikir ia telah terlelap. Perlahan kurasakan pundak kiriku mulai memberat, benar saja. Ternyata kepalanya tersandar di pundakku. Aku hanya tersenyum lega melihatnya terlelap. Berharap jalanan yang kami lalui tak segera berkhir. Ku pandangi wajah lelahnya. Hey, dia lelap sekali. Aku menggapai tangannya dan menggenggamnya. Hangat, kehangatan yang tak akan kurasakan untuk beberapa bulan kedepan. Bagaimana bisa aku tahan tanpamu huh? Ada suatu perasaan sesak menghimpit dadaku. Air mataku serasa ingin jatuh saat ini juga. Tapi aku menahannya. Aku tak ingin saat ia terbangun nanti, ia menemukan air mataku telah luruh di pipiku.
‘Aku berharap dapat membunuh waktu, sehingga kita tetap dalam keadaan seperti ini selamanya. Berdua, hanya ada kau dan aku.’
-oOo-
“Oppa, kita sudah sampai.” Aku mengelus pelan punggung tangannya. Berharap ia segera bangun.
Ia membuka perlahan matanya. Mengerjap-kerjap sebentar. Lalu membangunkan Baekhyun oppa. Kamipun segera melangkah turun dan menuju halte. Menunggu bis tumpangan kita selanjutnya. Aku berharap bis itu tak segera datang.
Namun nasib berkata lain, baru saja aku duduk bis telah datang. Ahh, sial !
“Naa~ ayo naik.” Ajaknya padaku.
Karena bis sangat penuh, maka terpaksa kami harus berdiri. Seoul masih jauh dan aku masih harus dalam posisi berdiri.
“Oppa, aku lelah berdiri terus.” Aku mengeluh padanya yang saat ini berdiri di belakangku.
“Bersandarlah padaku. Aku ada di belakangmu.” Bisiknya pelan. Akhirnya aku bersandar padanya. Sebenarnya aku sama sekali tak ingin merepotkannya saat ini. Karena aku tau dia lebih lelah dariku dan tas di punggungnya lebih berat daripadaku. Tapi kakiku sudah tak dapat di ajak kompromi lagi.
Sebentar lagi kita sampai oppa... Sebentar lagi kita juga akan sampai pada awal perpisahan kita. Aku benar-benar ingin waktu berhenti saat ini juga. Karena aku sadar, hidupku untuk beberapa bulan ke depan akan semakin sulit tapamu.
--Finest Farewell--
24 November 2013
Ini hari perpisahan kita, terima kasih untuk hari itu ya? Aku benar-benar bahagia. Kau tau, setelah itu aku tak yakin bahwa kita, terutama aku tak akan baik-baik saja. Untuk beberapa bulan kedepan, ku harap kau hidup dengan baik, makan dengan teratur. Aku menulis ini bukan dengan maksud untuk apa-apa. Aku hanya ingin mengabadikan saat indah kita berdua. Aku tau kau sudah punya pacar yang lebih dan jauh lebih baik dariku. Mungkin kau hanya menganggapku sebagai adikmu saja. Tapi aku menganggapmu lebih dari itu. Kau percaya takdir ? Ku pikir kau adalah takdirku. Setelah ini aku mungkin akan sangat merindukanmu. Dan benar saja, itu benar-benar terjadi. Ini baru beberapa hari saja, tapi aku sudah tak tahan dengan rinduku padamu. Temanku bilang ini merupakan hal bagus jika aku berpisah denganmu untuk beberapa waktu. Katanya biar aku cepet Move On gitu. Tapi dia salah, dia enggak pernah ngerasa apa yang aku rasa saat ini. Ini merupakan sebuah siksaan bagiku. Tapi aku akan bertahan demi bertemu denganmu lagi. Aku begitu merindukanmu, benar-benar merindukanmu. Aku merindukan tawamu, senyummu, ekspresimu, kehangatan tanganmu, dan terlebih dirimu. Hari ini aku benar-benar yakin bahwa aku mencintaimu. Jangan pernah menyuruhku menunggu untukmu, karena aku benci itu. Tapi aku akan terus mencintaimu karena dengan mencintaimu aku akan bersedia menanti hingga hari kedatanganmu di hadapanku lagi. Tersenyum padaku dan menggenggam tanganku. Tulisan ini ku dedikasikan untukmu, RNA. Aku menulisnya dengan sepenuh hatiku. Hanya berharap kau tau bahwa aku mencintaimu dengan tulus dan dengan sepenuh hatiku.
Aku hanya ingin bilang... Aku menyayangimu oppa.
Lia





[Fanfiction: Lee Sungmin] The Gift

The Gift...
Lee Sungmin | Park Ah Yeon
 ‘Maaf karena hanya sakit yang kuberikan disaat terindahmu. Ku harap kau tak menangisiku oppa... Bukankah aku telah berkata padamu, jika saat kau menangis kau terlihat begitu lemah dan jelek. Lee Sungmin yang aku kenal bukanlah orang yang lemah. Lee Sungminku adalah orang paling kuat dan tegar. Percayalah, walau aku tak ada di sisimu, tapi aku akan terus hidup dengan cinta dalam hatimu. Berjanjilah untuk hidup dengan baik dan berkencanlah dengan gadis yang baik-baik pula. Jangan penah berhenti menyanyi karena kaulah melodiku, oppa. Jangan sekalipun kau menyesali kepergianku karena ini semua adalah takdir. Bukankah cinta tak selamanya bahagia, oppa? Aku bukan takdirmu, tapi engkaulah takdirku karena hingga nafas terakhirku, kau adalah satu-satunya yang aku cintai. Selamat ulang tahun, oppa. Kau yang terbaik. Maaf tak dapat kuberikan satu kado istimewa selain rasa sakit ini, oppa. Tapi oppa, Saranghaeyo’
Sungmin meremas pelan kertas yang ada di genggamannya kini. Ia memukul-mukul keras gundukan tanah yang saat ini berada di hadapannya.
“Kau terlalu cepat Yeon-ah. Terlalu cepat pergi hingga aku tak sanggup mengucapkan salam perpisahan untuk yang terakhir kalinya. Yeon-ah...” Sungmin berteriak marah entah pada siapa. Mungkin pada dirinya sendiri karena tak sempat ia melihat mata gadisnya terbuka untuk yang terakhir kalinya. Park Ah Yeon. Hidup dan mati Sungmin. Nyawa sekaligus nafasnya, yang kini telah hilang di bawah gundukan tanah merah yang masih baru. Ia memeluk erat miniatur Eiffel berwarna pink yang sebelumnya akan ia jadikan sebagai kado natal bagi gadisnya itu.
--Flashback--
*Sungmin PoV’s*
Dua tahun belakangan ini Park Ah Yeon, gadis yang paling ku cintai bahkan melebihi nyawaku sendiri mengalami cobaan yang begitu berat. Bayangkan saja, kanker paru-paru lama kelamaan menggerogoti kebahagiaan serta tubuh mungilnya itu. Aku benar-benar ingin menangis melihat gadisku yang malang ini. Tapi jika aku menangis, dia selalu marah padaku. Aku tau dia gadis yang tegar. Di tengah penderitaannya, dia masih saja tersenyum lebar seakan tak ada apa-apa. Aku semakin mencintainya hari demi hari.
Bulan depan adalah ulang tahun kedua dengan Ah Yeon yang dirawat di rumah sakit. Ahh, aku tak ingin ulang tahunku seperti tahun kemarin. Benar-benar buruk. Saat itu Ah Yeon sedang terbaring koma di rumah sakit. Miris, tanpa Ah Yeon ulang tahunku tak sempurna sama sekali. Ku harap, di ulang tahunku yang akan datang Ah Yeon akan benar-benar pulih. Melihat perkembangannya, ia semakin jauh lebih baik.
Sebenarnya, aku tak benar-benar memperhatikan perkembangannya secara langsung, melainkan dari teman Ah Yeon, Kim Hyemi yang juga merupakan kekasih dari Kangin hyung. Ini semua karena kesibukanku sebagai anggota Boyband terkenal, Super Junior yang kini tengah melakukan akitvitas keluar negri. Aku benar-benar menyesal karena tak dapat memanfaatkan waktuku untuk bersama Ah Yeon. Aku takut sekali waktunya tak lama lagi. Aku tak ingin dia segera pergi.
Hari ini aku akan mengunjunginya lagi setelah kemarin malam aku sempat mampir. Hanya saja ia mengusirku dan menyuruhku untuk cepat pergi beristirahat. Astaga, aku benar-benar gemas melihatnya. Dia sakit parah seperti ini tapi masih saja sempat memperhatikan kesehatan orang lain.
Saat di depan pintu kamar rawat Ah Yeon, aku mendengarkan sura gelak tawa dari dalam.
“Annyeong” sapaku saat aku membuka pintu kamanya.
“Oppa...” sapanya lemah. Kulihat disana ada sahabat-sahabat Ah Yeon sedang berkumpul.
“Bagaimana keadaanmu hari ini? Apa kau sudah makan? Kenapa kau tampak begitu bahagia, eoh?” tanyaku sembari mengecup pelan bibi mungilnya itu.
“Aishh, jinja. Benar-benar manisnya mereka berdua ini.” Goda Hyemi yang juga tengah beada disini. Aku hanya membalasnya dengan tersenyum.
“Oppa, kata Hyemi, Super Junior akan ada jadwal keluar negri ya minggu depan?”
“Ah, iya. Aku baru saja akan memberitahumu. Kita jadi tak dapat merayakan natal bersama, chagi” sesalku.
“Gwenchana. Kan masih ada tahun depan? Kapan kau akan pulang?”
“Mungkin tanggal tiga atau empat Januari, chagi.”
“Astaga, kita akan melewatkan ulang tahunmu, oppa.” Terdengar dari nada bicaranya, kentara sekali bahwa ia sangat kecewa.
“Mianhae. Tapi tenang, sepulang nanti akan ku bawakan oleh oleh sebagai hadiah natalmu.”
“Jinjayo?” tanyanya bersemangat. Tuhan, ku mohon jagalah gadisku ini selama aku tak ada di korea Tuhan. Jagalah selalu nafasnya Tuhan. Jika kau ingin segera bertemunya, ku harap saat aku berada di sampingnya.
“Tentu saja. Kau mau oleh-oleh apa hum?”
“Kau akan pergi ke paris kan? Ah, andai aku dapat ikut denganmu. Aku sangat ingin pergi ke paris oppa. Bagaiman jika kau bawakan aku miniatur Eiffel ? Kalu bisa yang warna pink ya?”
“Tenang, akan ku dapatkan. Apa yang tak kuberikan untuk gadis cantikku ini? Makanya, segeralah sembuh maka aku dapat mengajakmu ke Paris.”
“Tentu saja aku akan segera sembuh oppa. Yaksoke?”
“Yaksoke.” Aku berjanji akan membeikan apapun yang kau inginkan Ah Yeon. Karena akulah segalanya yang aku inginkan.
-oOo-
There were days when I was just broken, you know...
There were nights when I was doubting myself
But you kept my heart from folding
It didn't matter how many times I got knocked on the floor
You knew one day I would be standing tall
Just look at us now
-oOo-
*Still on Sungmin’s PoV*
Ku lihat wajah tirus milik gadisku yang begitu ku cintai. Kulihat matanya yang tertup, ku harap akan segera terbuka lagi. Karena aku begitu berat meninggalkannya pergi ke Paris. Tuhan aku takut sekali kehilangannya, ku mohon jaga dia.
“Eomma, aku akan berangkat. Tolong jaga Ah Yeon hingga aku kembali, ne?” pintaku pada eomma Ah Yeon.
“Oppa...” serunya pelan.
“Apa kau tak mau berpamitan padaku?” lanjutnya lagi.
“Kau tadi sedang tidur pulas, jadi aku tak tega untuk membangunkanmu, chagi. Mianhae.”
“Kau akan berangkat kan? Hati hati ya?”
“Kau juga jaga kesehatanmu ya? Jangan telat makan dan selalu patuh pada orang tuamu ne?” Aku lalu mengecup bibirnya lama. Merasakan hembusan nafasnya, bibirnya yang lembut membuatku ingin tetap berada disini. Kurasakan air matanya mengalir pelan dipipinya.
“Kenapa kau menangis, chagi?” tanyaku penuh penasaran.
“Aku takut kita tak akan bertemu lagi, aku sangat takut oppa.”
“Kita pasti akan bertemu lagi. Aku percaya itu.” Aku juga sedikit takut. Tapi aku hanya ingin mempercayai bahwa kita akan bersama lagi. Ku kecup lagi bibir manisnya. Lama...
-oOo-
Aku memandangi miniatur Eiffel berwarna pink yang sangat di inginkan oleh Ah Yeon. Senyumku mulai mengembang jika membayangkan Ah Yeon akan begitu senang dengan hadiah yang aku bawakan. Tiba-tiba ku rasakan ponselku bergetar.
            Chagiya is calling~
“Yeobosseyo?”
“Saengil chukkae oppaa.....” teriaknya dari seberang telepon.
“Ah, gomawoyo tapi disini masih jam 4 sore, chagi. Masih 8 jam lagi aku berulangtahun disini. Eh, bukankan sekarang di Seoul adalah jam 12 malam? Kenapa kau tidak istirahat Ah Yeon? Ini benar-benar dapat mengganggu kesehatanmu kau tau?”
“Mianhae oppa. Tapi aku ingin melakukan hal baik untukmu untuk yang terakhir.” Sesalnya. Tunggu! Untuk yang terakhir? Apa maksud dari perkataannya ini?
“Maksudmu apa untuk yang terakhir?” tanyaku penuh selidik.
“Gwenchana, nanti aku akan menelponmu 8 jam lagi ne? Saranghae oppa.”
Pip—
Gadis ini, benar-benar membuatku khawatir. Apa yang di maksud dengan untuk yang terakhir ? Argh, Lee Sungmin, berhentilah berfikiran yang aneh. Ah Yeon pasti akan sembuh. Yakinlah !
“Hyung, Gwenchana?” Seseorang menepuk pelan pundakku. Ternyata Kyuhyun.
“Park Ah Yeon? Gwenchana, jangan khawatir. Dia akan baik-baik saja. Percayalah.” Lanjutnya menyemangatiku. Walaupun ia adalah orang yang begitu menyebalkan, tapi entah mengapa aku sangat menyayanginya, begitupun member yang lain. Apa mungkin saja karena dia itu maknae? Nado molla~
Aku hanya membalasnya dengan senyuman.
“Hyung, latihan terakhir kita akan di mulai. Ja, setelah itu masih harus fitting dan segala macam. Palliwa jika kau tak mau terlambat dan hyung yang lain mengomel kepada kita.”
“Arasseo, kyu.” Sekarang mana yang hyung mana yang dongsaeng sih? Kok Kyuhyun lebih mirip hyungku ketimbang dongsaengku kali ini?
-oOo-
Sudah jam 12 malam, kenapa Ah Yeon belum menelfon juga? Kenapa perasaanku jadi berantakan seperti ini? Sebenarnya apa yang aku rasakan? Kenapa aku begitu khawatir pada Ah Yeon?
            Hyemi is Calling...
“Yeobosseyo”
“.......”
“Bicaralah pelan-pelan. Ada apa dengan Ah Yeon?”
“......”
“Koma? Kau pasti bercanda kan?”
“.......”
“Baik, aku akan segera ke korea saat ini juga.”
Pip—
Astaga, Ah Yeon. Kenapa jadi seperti ini? Kenapa harus hari ini? Kenapa saat aku tak ada di sampingmu? Ah Yeon ku mohon kau harus kuat. Tunggu aku, kumohon tunggulah aku sebentar  saja.
Saat aku membuka pintu kamar hotel ternyata telah banyak orang yang akan memberiku kejutan. Mereka kaget karena aku tiba-tiba saja keluar dengan wajah kalut.
“Hyung, saengil chukkae!” teriak Kyuhyun yang heran dengan kelakuanku. Aku hanya diam tak menanggapinya dan terus berlari. Tak peduli bagaimana penampilanku saat ini. Aku hanya ingin menuju bandara dan segera terbang ke Korea.
-oOo-
Sial, setelah berdebat lama dengan petugas aku terpaksa harus menunggu keberangkatan ke korea sekitar tiga jam lagi. Aku benar-benar tak dapat menunggu untuk waktu selama itu. Ku sandarkan punggungku pada tembok di belakangku. Tak terasa air mata begitu saja jatuh di pelupuk mataku. Aku takut ada apa-apa terjadi dengan Ah Yeon. Aku belum siap jika dia harus pergi.
-oOo-
Aku baru sampai di korea pada pukul 7 malam. Sesampainya disana aku langsung menuju rumah sakit dimana Ah Yeon di rawat. Saat aku turun dan berlari menuju kamar rawat Ah Yeon, semua orang terkejut akan kehadiranku. Beberapa diantaranya bahkan sempat mengambil fotoku. Namun aku sama sekali tak memperdulikannya, yang ku inginkan saat ini hanya Ah Yeon.
Aku begitu terkejut saat sampai di kamar rawat Ah Yeon yang ku temukan hanyalah sebuah kamar rawat yang kosong. Kemana Ah Yeon? Aku ingin menghubungi Hyemi tapi ponselku lowbat. Aku benar-benar panik kali ini. Hanya dengan memeluk miniatur menara Eiffel berwarna pink inilah aku sedikit tenang.
Tanpa pikir panjang, aku langsung saja naik taksi menuju rumah Ah Yeon. Ketakutanku semakin memuncak saat ada banyak orang dengan wajah kusut di rumah Ah Yeon. Rasanya kakiku berat untuk melangkah masuk, hanya untuk sekedar memastikan apa yang sedang terjadi. Aku sebenarnya sudah mengira bahwa inilah yang terjadi, hanya saja aku tak ingin mempercayai kenyataan ini. Kenyataan yang mengharuskanku merelakan gadisku satu-satunya pergi untuk selamanya. Sedikitpun aku tak mau percaya.
“Aku tau ini berat bagimu oppa, tapi inilah kenyataannya. Kau harus merelakan Ah Yeon. Mungkin dengan begini, ia sudah tak merasakan sakit lagi. Ku mohon tabahlah oppa. Ini surat dari Ah Yeon untukmu.” Seru sebuah suara mengelus punggungku dari belakang. Kim Hyemi. Kemudian aku memeluknya erat, kutumpahkan segala tangisku. Kurasakan ia juga terisak dalam pelukanku. Ku genggam erat surat dari Ah Yeon. Ku terlalu cepat, chagi.
Aku tak percaya hal ini benar-benar terjadi. Ah Yeon pergi untuk selamanya. Dan tak akan pernah kulihat senyumnya lagi.
Maafkan aku karena pada saat terakhirmu aku tak ada di sampingmu. Maafkan aku karena tak dapat menolongmu dari rasa sakit itu hingga akhirnya kau pergi meninggalkanku. Maafkan aku karena tak dapat mmenjadi namja yang baik untumu. Sudahkah rasa sakit itu hilang Ah Yeon? Tersenyumlah untukku. Semoga kau bahagia disana. Aku mencintaimu~
Like dust, will those memories change and leave?
I’ll keep smiling to ease my heart.

The End...